Ahad 30 Mar 2025 14:07 WIB

Nyekar, Tradisi Jelang Lebaran yang Mulai Ditinggalkan Anak Muda?

Menurut antropolog Biandro Wisnuyana, generasi muda jarang terlibat nyekar.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Sejumlah warga berziarah kubur (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah warga berziarah kubur (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tradisi nyekar atau ziarah kubur jelang Hari Raya Idul Fitri dinilai mengalami perubahan di kalangan generasi muda. Jika dahulu nyekar menjadi momen penting untuk berkumpul dan mengenang leluhur, kini banyak anak mudah menjauh dari tradisi ini, demikian menurut antropolog dari Universitas Airlangga Biandro Wisnuyana.

Biandro mengatakan berkurangnya keterlibatan generasi muda dalam nyekar disebabkan oleh menurunnya keterikatan emosional terhadap tradisi ini. “Generasi muda semakin jarang terlibat langsung dalam nyekar, baik karena kesibukan maupun karena berkurangnya kedekatan dengan makam keluarga akibat urbanisasi,” kata Biandro dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (29/3/2025).

Baca Juga

Selain keterbatasan waktu dan jarak, perspektif keagamaan juga berperan dalam pergeseran tradisi nyekar. Menurut Biandro, sebagian orang kini menganggap nyekar bukan kewajiban, sehingga tidak lagi prioritas. Kurangnya edukasi tentang nilai budaya yang terkandung dalam nyekar juga membuat tradisi ini semakin terpinggirkan.

Biandro menjelaskan, nyekar memiliki makna sakral dan profan. Secara religius, tradisi ini adalah bentuk penghormatan kepada leluhur melalui doa dan permohonan ampun. Adapun dari perspektif antropologi simbolik, nyekar melambangkan keterhubungan antar-generasi dalam masyarakat agraris yang menjunjung tinggi gotong royong dan kekeluargaan.

Untuk menjaga agar nyekar tetap relevan bagi generasi muda, keluarga bisa memperkenalkan tradisi ini sejak dini. Selain itu, pemanfaatan teknologi sebagai sarana edukasi dan dokumentasi bisa menjadi alternatif agar nyekar tetap lestari dalam bentuk yang lebih modern.

“Peningkatan kesadaran budaya melalui edukasi di sekolah dan komunitas bisa menjadi solusi agar generasi muda tetap terhubung dengan tradisi ini,” kata dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement