REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meniup terompet saat perayaan malam tahun baru menjadi kebiasaan yang banyak dilakukan masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Suara terompet yang nyaring, kerap menjadi pilihan masyarakat di berbagai daerah untuk mengekspresikan semangat dan harapan menyambut tahun baru.
Namun, bagaimana hukum meniup terompet dalam Islam? Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof KH Ahsin Sakho Muhammad, menjelaskan bahwa terompet dalam bahasa arab adalah “Buq” yaitu alat musik atau benda yang digunakan untuk menghasilkan suara.
Menurut Prof Ahsin, hukum membunyikan terompet saat pergantian tahun akan bergantung pada niat seorang Muslim atau Muslimah. Jika niatnya hanya untuk hiburan, bukan untuk merayakan kepercayaan dan hari besar agama lain, maka hukumnya mubah.
Mubah merupakan perbuatan yang dikerjakan atau ditinggalkan sama saja tidak mendapatkan pahala atau dosa. Mubah bukan perintah yang tetap atau tidak tetap, dan tidak menunjukkan larangan tetap atau larangan tidak tetap.
“Mubah-mubah saja meniup terompet kalau niatnya tidak ada kaitan dengan perayaan agama atau kepercayaan tertentu,” kata Prof KH Ahsin saat dihubungi Republika.co.id, Senin (23/12/2024).
Meskipun hukumnya mubah, Prof Ahsin meminta umat Islam untuk tidak terjebak dalam perayaan dan pesta tahun baru Masehi. Sebagai umat Islam, kata dia, sebaiknya waktu pergantian tahun dimanfaatkan untuk bermuhasabah (introspeksi diri) dan berdoa untuk kebaikan di tahun mendatang. “Kalau menurut saya, saat pergantian tahun tidak perlu kita melakukan perayaan yang berlebihan. Lebih baik kita gunakan untuk bersyukur dan bermuhasabah,” kata dia.