Rabu 18 Dec 2024 15:28 WIB

Dampak Tersembunyi Kenaikan PPN, Waspada Panic Buying dan Aji Mumpung

Kenaikan PPN dinilai bisa dimanfaatkan pelaku usaha untuk menaikkan harga.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Uang rupiah (ilustrasi). Menurut perencana keuangan, kenaikan PPN bisa dimanfaatkan untuk menaikkan harga.
Foto: dok. Pixabay
Uang rupiah (ilustrasi). Menurut perencana keuangan, kenaikan PPN bisa dimanfaatkan untuk menaikkan harga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perencana keuangan, Ahmad Ghazali, memperkirakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen hanya berdampak kecil pada harga barang dan jasa. Pasalnya secara teori, total kenaikan harga hanya 1 persen, sehingga pengeluaran total akan naik maksimal 1 persen.

Namun demikian, menurut dia, dampak psikologis dan penyesuaian administrasi yang menyertai kenaikan ini justru bisa memberikan tekanan lebih besar. Ahmad mengatakan, kenaikan PPN bisa saja dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk menaikkan harga yang lebih tinggi dari PPN.

Baca Juga

“Justru yang lebih sulit diukur adalah jika ada kenaikan biaya secara psikologi, misalnya karena panik atau memanfaatkan kesempatan untuk menaikkan harga di luar kenaikan PPN. Ini yang sulit diukur dampaknya,” jelas Ahmad Ghazali saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (18/12/2024).

Ahmad juga menilai, mekanisme PPN menjadi lebih membingungkan, di mana ada beberapa barang yang sebelumnya bebas pajak, kini dikenakan pajak. Selain itu, terdapat pula perbedaan tarif PPN untuk barang tertentu, sehingga dapat menambah beban administrasi bagi perusahaan.

“Mekanisme PPN juga membingungkan karena ada yang tadinya tidak kena PPN, jadi malah kena. Terus ada yang jadi naik 12 persen dan ada yang tetap 11 persen. Hal ini membuat perusahaan mungkin perlu penyesuaian sistem administrasinya, sehingga ini juga bisa jadi ada dampak biaya tambahan,” ujar Ahmad.

Dalam menghadapi kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen, Ahmad menyarankan konsumen untuk lebih bijak dan efisien dalam mengelola keuangan pribadi dan keluarga. Selalu utamakan kebutuhan prioritas, setelah itu baru penuhi hal-hal lain.

“Atur ulang prioritas, yang fixed atau tidak bisa ditawar itu harus didahulukan. Kalau kebutuhan yang fleksibel itu bisa nanti,” kata dia.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyatakan akan memberlakukan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025. Adapun daftar barang dan jasa yang akan dikenakan PPN 12 persen antara lain layanan rumah sakit dan fasilitas kesehatan kategori premium termasuk layanan VIP, institusi pendidikan bertaraf internasional atau layanan pendidikan premium dengan biaya tinggi, konsumsi listrik dengan daya 3600-6600 VA, beras premium, buah-buahan premium, ikan berkualitas tinggi, daging premium, dan lainnya.

Kenaikan harga pada sejumlah barang dan jasa memicu kekhawatiran dan protes dari masyarakat. Dalam media sosial X, seorang pengguna mengungkap kekecewaannya karena kini harga Roti O kini telah naik Rp1 ribu menjadi Rp14 ribu.

“Roti O naik seribu gue gak akan memaafkan siapapun untuk rezim si*lan ini. Yang bikin nyeseknya lagi adalah udah mahal, kenyang juga kagak, kalorinya 400-an kkal,” kata seorang warganet dengan akun @arter**.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement