Selasa 26 Nov 2024 17:36 WIB

Prof Stella Christie Soroti Tantangan Perempuan di Tengah Gempuran AI

Prof Stella menekankan pentingnya menerapkan etika dalam penggunaan teknologi AI.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Dari kiri ke kanan: Dian Sastrowardoyo, Wamen Dikti-Saintek Prof Stella Christie, dan Amanda Simandjuntak usai talkshow Demo Day Perempuan Inovasi 2024 di Jakarta, Selasa (26/11/2024).
Foto: Dok. Republika/Gumanti Awaliyah
Dari kiri ke kanan: Dian Sastrowardoyo, Wamen Dikti-Saintek Prof Stella Christie, dan Amanda Simandjuntak usai talkshow Demo Day Perempuan Inovasi 2024 di Jakarta, Selasa (26/11/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Dikti Saintek) Prof Stella Christie menyoroti tantangan yang dihadapi perempuan di tengah kemunculan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI). Menurut dia, tantangan utama dalam penggunaan AI adalah besarnya potensi bias dalam data.

Prof Stella menjelaskan Generative AI seperti ChatGPT bekerja mengandalkan statistik, informasi, dan data yang dilatihkan padanya. Yang menjadi masalah, kata Prof Stella, data yang tersedia saat ini cenderung masih bias, sehingga hasil akhirnya pun akan bias.

Baca Juga

“AI itu kan sangat bergantung pada data atau statistik. Sementara data yang ada saat itu pun cenderung bias. Jadi kalau datanya bias, hitungan akhirnya pun akan bias. Itu yang menjadi tantangan dalam penggunaan AI,” kata Prof Stella dalam Demo Day Perempuan Inovasi 2024, di Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2024).

Prof Stella kemudian membahas bagaimana struktur sosial saat ini, di mana perempuan sering kali ditempatkan pada posisi kedua atau setelah laki-laki, memengaruhi biasnya data atau algoritma yang digunakan. Tantangan struktural ini juga berdampak pada minimnya partisipasi perempuan dalam bidang STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika).

Padahal, berbagai studi telah menunjukkan bahwa kemampuan STEM antara laki-laki dan perempuan itu sama dan setara. Karenanya, dia mengajak semua pihak untuk mendukung partisipasi perempuan di bidang STEM, supaya data dan perspektif yang tersedia bisa menjadi menjadi lebih inklusif dan adil.

“Masalah struktural sosial itu masih ada. Misalnya di Indonesia masih banyak yang berpendapat kalau wanita cukuplah sampai situ saja pendidikannya, dan kalau kita sudah jadi ibu rumah tangga itu akan sulit berpartisipasi di pekerjaan. Padahal berbagai studi menunjukkan, perempuan dan laki-laki sebetulnya memiliki kemampuan STEM yang sama. Hanya saja itu tadi, secara struktural menghambat perempuan. Jadi kita harus terus mendukung partisipasi perempuan di bidang teknologi,” kata dia.

Prof Stella juga menekankan pentingnya menerapkan etika dalam penggunaan teknologi AI. Selain itu, dia meminta pengguna untuk mengetahui batasan dalam menggunakan AI. Pasalnya, ketergantungan yang begitu besar pada AI berisiko merugikan dan menumpulkan daya pikir kritis seseorang.

“Kalau manusia tidak menerapkan batasan, itu sangat berbahaya. Apa yang diceritakan di film-film bahwa manusia akan diambil alih mesin, bisa saja jadi kenyataan,” kata Prof Stella.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement