Rabu 04 Sep 2024 15:15 WIB

Dokter Beberkan Gejala Awal dan Faktor Pemicu Autoimun pada Anak

Penyakit autoimun umumnya baru terdiagnosa setelah pasien mengalami gejala.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Penyakit autoimun (ilustrasi). Dokter menjelaskan gejala-gejala awal dari autoimun seperti kelelahan, demam, dan nyeri otot, sering kali dianggap sebagai penyakit biasa.
Foto: Picpedia
Penyakit autoimun (ilustrasi). Dokter menjelaskan gejala-gejala awal dari autoimun seperti kelelahan, demam, dan nyeri otot, sering kali dianggap sebagai penyakit biasa.

REPUBLIKACO.ID, JAKARTA -- Penyakit autoimun pada anak sering kali sulit dideteksi secara dini karena gejala awalnya yang mirip dengan penyakit umum. Dokter spesialis anak konsultan alergi imunologi, dr Endah Citraresmi, menjelaskan gejala-gejala awal dari autoimun seperti kelelahan, demam, dan nyeri otot, sering kali dianggap sebagai penyakit biasa.

Lantaran sulit disadari sedari dini, penyakit autoimun umumnya baru terdiagnosa setelah pasien mengalami gejala berlanjut dan berkembang. “Banyak kasus autoimun yang sulit dideteksi sejak dini karena gejalanya menyerupai sakit biasa. Jadi, pemahaman akan gejala dan faktor risiko sangat penting untuk deteksi dini,” kata dr Endah dalam diskusi media secara virtual, Selasa (3/9/2024).

Baca Juga

Dr Endah menjelaskan salah satu faktor utama yang memengaruhi risiko penyakit autoimun adalah genetik. Namun, meskipun faktor genetik memainkan peran penting, kondisi ini tidak selalu diturunkan langsung dari orang tua.

“Jadi memang faktor genetiknya itu tidak simple. Misalnya, seorang ibu dengan autoimun A bisa saja memiliki anak dengan autoimun B. Atau kondisi autoimun pada anak itu bisa saja diwarisi dari kakek, nenek, atau kerabat lain,” kata dr Endah.

Selain genetik, faktor lingkungan juga memiliki peran besar dalam memicu autoimun. Lingkungan yang dimaksud termasuk polusi, radiasi berbahaya, makanan yang mengandung pengawet, hingga infeksi.

“Interaksi antara gen dan lingkungan juga bisa terjadi, dan ini membuatnya semakin kompleks. Saat ini juga ada banyak teori bermunculan bahwa penggunaan detergen, pengawet dalam makanan dan paparan pestisida bisa menjadi pencetus autoimun,” kata dia.

Menurut dr Endah, ada juga jenis autoimun yang lebih sering terjadi pada jenis kelamin tertentu. Contohnya, lupus lebih sering menyerang perempuan dibandingkan laki-laki, dengan rasio 9 banding 1. Ia menjelaskan, perempuan memiliki risiko tinggi terkena lupus karena memiliki hormon estrogen yang lebih tinggi dari laki-laki. Hormon tersebut diduga menjadi pencetus penyakit lupus.

Dr Endah juga menyoroti bahwa kemiskinan dan diet yang kurang seimbang bisa meningkatkan risiko penyakit autoimun. “Sebenarnya mekanisme pasti di balik ini belum jelas, tapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar vitamin D dan mikronutrien pada kasus autoimun lebih rendah,” kata dia. Dengan berbagai risiko yang begitu luas, dr Endah menekankan pentingnya kesadaran dan pemeriksaan sedari dini terutama bagi anak-anak yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit autoimun.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement