REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibu dengan pasokan air susu (ASI) berlebih terkadang menjadi donor bagi bayi yang membutuhkan. Donor ASI biasanya terjadi tanpa biaya dan antarteman atau kerabat saja.
Seiring dengan rencana terbitnya UU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA), pemerintah berencana mengatur
tata cara pelaksanaan donor ASI. Bentuknya adalah pencatatan ke dalam rekam medis.
"Jadi data misalnya ibu A kasih donor ASI ke anaknya ibu B, nanti langsung dicatat tuh ibunya siapa, nama anaknya siapa. Kita juga lagi mau mempraktikkan ini karena ini belum pernah ada. Kalau yang ada sekarang kan cuma ingatan saja, misal dia ponakan kita pernah sepersusuan. Makanya ini harus masuk ke dalam sistem rekam medis," kata Ketua Panja Pemerintah untuk RUU KIA Lenny N Rosalin, Rabu (12/6/2024).
Terkait pencatatan donor ASI dalam rekam medis ini, menurut dia, akan menjadi ranah Kementerian Kesehatan. "Nanti dari Kemenkes," kata Lenny N Rosalin.
Pencatatan rekam medis donor ASI ini sebagaimana tercantum dalam Undang-undang tentang UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, di Pasal 11 ayat (3). Pasal menyebut, "Pemberian air susu ibu oleh pendonor air susu ibu dicatat dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan".
Ketentuan mengenai pendonor ASI juga tertuang dalam UU KIA Pasal 4 ayat (1) huruf j, Pasal 11 ayat (2), serta Pasal 12 ayat (3) dan (4).
Secara substansi, UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjamin hak-hak anak pada fase seribu hari pertama kehidupan, sekaligus menetapkan kewajiban ayah, ibu, dan keluarga. UU ini mengamanatkan penyusunan 3 Peraturan Pemerintah dan 1 Peraturan Presiden.