Rabu 12 Jun 2024 15:26 WIB

Pemeras Ria Ricis Pernah Jadi Satpam di Rumahnya, Polisi: Sakit Hati karena Diberhentikan

Polisi menyebut pelaku sakit hati karena diberhentikan oleh Ria Ricis.

Figur publik Ria Yunita alias Ria Ricis melapor ke Polda Metro Jaya, Senin (11/6/2024). Polisi mengungap pelaku pengancaman terhadap Ria Ricis pernah bekerja sebagai satpam di rumah Youtuber tersebut.
Foto: Antara/Ilham Kausar
Figur publik Ria Yunita alias Ria Ricis melapor ke Polda Metro Jaya, Senin (11/6/2024). Polisi mengungap pelaku pengancaman terhadap Ria Ricis pernah bekerja sebagai satpam di rumah Youtuber tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak kepolisian mengungkap pengancam Ria Ricis berinisial AP (29 tahun) pernah bekerja sebagai satpam atau sekuriti di rumah Youtuber tersebut. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menyebut AP melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Ria Ricis.

"Pelaku ini benar adalah mantan sekuriti atau satpam di rumahnya korban (Ria Ricis)," ucapnya saat dikonfirmasi, Rabu (12/6/2024).

Baca Juga

Namun dia tak menjelaskan berapa lama AP bekerja di rumah Ria Ricis. Dia hanya menyebut pelaku sakit hati lantaran diberhentikan atau dipecat.

"Ada rasa sakit hati karena diberhentikan dari pekerjaannya sebagai satpam," kata Ade Ary.

Mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan tersebut juga menjelaskan sakit hati akibat dipecat oleh korban juga menjadi alasan pelaku melakukan pengancaman dan pemerasan. "Kombinasi (sakit hati dan kebutuhan ekonomi), makanya sampai menyebut angka yang cukup besar Rp300 juta," kata Ade Ary.

Ade Ary mengatakan, ada kemungkinan polisi bakal kembali memanggil Ria Ricis dan sejumlah saksi untuk kembali dimintai keterangan terkait kasus tersebut. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Polisi Ade Safri Simanjuntak menyebutkan motif sementara alasan tersangka AP (29) melakukan pemerasan dan pengancaman kepada figur publik Ria Yunita atau yang akrab dipanggil Ria Ricis adalah ekonomi.

"Jadi sementara ini untuk motif tersangka AP dalam melakukan tindak pidana yang terjadi motifnya ekonomi," katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa (11/6/2024).

Ade Safri menjelaskan modus operandi yang dilakukan oleh tersangka AP adalah melakukan akses ilegal atau meretas sistem elektronik yang berisi informasi ataupun dokumen elektronik pribadi milik pelapor. "Ini digunakan untuk melakukan pengancaman melalui media elektronik kepada korban yang dilakukan melalui perantara manajer ataupun asisten korban untuk meminta korbannya memberikan uang sebesar Rp 300 juta," kata Ade Safri.

AP sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka dikenakan tindak pidana pengancaman melalui media elektronik dan atau mengakses sistem elektronik milik orang lain tanpa izin (dengan cara melawan hak) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27B ayat (2) jo Pasal 45 dan/atau Pasal 30 ayat (2) jo Pasal 46 dan/atau Pasal 32 ayat (1) jo Pasal 48 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan kedua atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. "Dengan ancaman penjara maksimal delapan tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar," kata Ade Safri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement