Jumat 07 Jun 2024 04:11 WIB

Mengenal Cholelithiasis: Penyebab, Gejala, dan Penanganan Batu Empedu

Gejala batu empedu yang paling umum adalah munculnya rasa sakit perut bagian kanan

ilustrasi Batu empedu. Cholelithiasis atau yang sering disebut batu empedu merupakan kondisi medis akibat terbentuknya batu di dalam kantong empedu.
Foto: Batuempedu.com
ilustrasi Batu empedu. Cholelithiasis atau yang sering disebut batu empedu merupakan kondisi medis akibat terbentuknya batu di dalam kantong empedu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cholelithiasis atau yang sering disebut batu empedu merupakan kondisi medis akibat terbentuknya batu di dalam kantong empedu. Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterology-hepatologi RS Siloam MRCCC Semanggi (MRCCC) Irsan Hasan menjelaskan penyebab yang dapat membuat terbentuknya batu empedu.

"Batu empedu adalah kondisi ketika terbentuknya massa padat yang terdiri dari kristal dalam kantong empedu atau saluran empedu di dalam tubuh. Kantong empedu adalah organ kecil yang berada di bawah hati dan berfungsi untuk menyimpan empedu yang diproduksi oleh hati," tutur Irsan lewat siaran pers, Rabu (5/6/2024).

Dia menerangkan, batu empedu terbentuk ketika substansi seperti kolesterol, garam empedu, atau zat-zat lainnya tidak seimbang dalam empedu. Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya batu empedu, antara lain obesitas, kehamilan, riwayat keluarga dengan masalah batu empedu, kebiasaan makan yang tidak sehat, dan penurunan berat badan yang cepat.

Menurut Irsan, salah satu gejala batu empedu yang paling umum terjadi adalah munculnya rasa nyeri pada perut bagian kanan atas secara mendadak. Bahkan, rasa nyeri tersebut juga dapat menjalar ke punggung dan bahu.

"Untuk mengatasi penyakit ini, beberapa tatalaksana yang dapat dilakukan meliputi obat-obatan, tindakan invasif dan non-invasif. Tergantung pada kondisi dan kebutuhan setiap pasien," ucap dia.

Pertama, perubahan pola makan. Di mana, pola makan sehat dan seimbang dapat membantu mengurangi risiko terbentuknya batu empedu dan meminimalkan gejalanya. Dia menyarankan untuk menghindari makanan berlemak tinggi, makanan mengandung kolesterol tinggi, dan makanan olahan.

"Gantilah dengan konsumsi makanan tinggi serat seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan makanan rendah lemak," kata dia.

Kedua, terkait obat-obatan. Dalam beberapa kasus, dokter dapat meresepkan obat-obatan untuk membantu melarutkan atau menghancurkan batu empedu, terutama untuk batu kolesterol lebih kecil. Contoh obat yang digunakan adalah Ursodeoxycholic acid (UDCA) dan Chenodeoxycholic acid (CDCA).

"Namun, perlu diperhatikan bahwa proses ini bisa memakan waktu lama dan tidak selalu efektif," ujar dia.

Ketiga, dengan terapi ESWL atau Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy. Metode non-invasif itu menggunakan gelombang kejut untuk menghancurkan batu empedu menjadi fragmen yang lebih mudah dikeluarkan melalui saluran empedu. Namun, ESWL umumnya hanya efektif untuk batu empedu yang lebih kecil dan tidak dapat digunakan untuk semua kondisi.

Keempat, bisa dengan ERCP atau Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography. Dia menjelaskan, ERCP digunakan untuk menghilangkan batu empedu yang tersumbat di saluran empedu. Prosedur itu melibatkan penggunaan alat endoskopi yang dimasukkan melalui mulut hingga ke saluran empedu.

"Diikuti dengan penanganan batu dengan bantuan teknik seperti penghancuran batu atau pengangkatan menggunakan alat tertentu," ungkap dia.

ERCP, kata dia, adalah sebuah prosedur medis yang menggabungkan teknik endoskopi dengan radiografi untuk memeriksa dan mengobati masalah pada saluran empedu, hati, dan pankreas. Penggunaan terapi ERCP ini masih terbatas karena butuh keterampilan dan ketelitian untuk memastikan batu empedu yang diderita oleh pasien.

Prosedur ERCP melibatkan penggunaan endoskop berbentuk tabung atau selang fleksibel yang dimasukkan melalui mulut, pada ujung endoskop terdapat kamera yang memungkinkan dokter untuk melihat dan memantau saluran empedu, hati, dan pankreas. Selanjutnya, akan dilakukan pemberian kontras melalui tabung endoskop untuk memvisualisasikan saluran empedu dan pankreas. 

“Meskipun ERCP memiliki banyak keunggulan, perlu diingat bahwa prosedur ini juga memiliki risiko seperti perdarahan, infeksi, atau kerusakan pada saluran empedu atau pankreas. Oleh karena itu, setelah menjalani ERCP di MRCCC, pasien akan tetap menjalani observasi secara berkala dengan pengawasan dari tenaga medis yang terampil dan profesional,” sebut Irsan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement