Sabtu 10 Feb 2024 07:43 WIB

Pengamat: Pemerataan Bioskop Dorong Kemajuan Industri Film Nasional

Bioskop kelas menengah ke bawah dinilai dapat menjangkau masyarakat di kota kecil.

Penonton film di bioskop (ilustrasi). Pengamat menilai pemerataan bioskop akan berdampak pada jumlah penonton di Indonesia.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Penonton film di bioskop (ilustrasi). Pengamat menilai pemerataan bioskop akan berdampak pada jumlah penonton di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat sekaligus peneliti film Hikmat Darmawan mengatakan bahwa pemerataan bioskop di daerah-daerah Indonesia menjadi salah satu kunci untuk mendorong kemajuan industri film tanah air. Bioskop kelas menengah ke bawah dinilai dapat menjangkau masyarakat di kota-kota kecil.

Hikmat menyoroti adanya ketimpangan persebaran bioskop di Indonesia, dengan 60 persennya terkonsentrasi di Jabodetabek. Kondisi ini mengakibatkan film-film Indonesia, meskipun populer, hanya mampu meraih paling banyak 10 juta penonton karena keterbatasan slot dan layar bioskop.

Baca Juga

Hikmat di Jakarta, Jumat (9/2/2024), mengatakan saat ini film Indonesia dengan rekor penonton paling banyak adalah KKN di Desa Penari, yang menyedot sekitar 10 juta penonton. "Indonesia kan penduduknya 260 juta, tetapi kenapa film terbanyak yang ditonton itu cuma oleh 10 juta penonton Indonesia? Kenapa? Karena bioskop belum tersebar. 60 persen masih di Jabodetabek. Itu pun masih bisa digarap lebih banyak lagi," katanya.

Dia mengatakan, jumlah layar bioskop di Indonesia saat ini mengalami penurunan drastis dibandingkan dengan era 1980-an, yang bisa mencapai 6.600 layar.

"Sekarang kan menuju 2.500 layar saja ngos-ngosan. Dulu 6.600 layar berarti di atas kertas seluruh kabupaten kita ada bioskopnya. Artinya ada lapis bioskop juga, bioskop kelas A, B, C. Sekarang kan seolah-olah bioskop itu harus kelas A semua, harus mewah," kata dia menjelaskan.

Menurut Badan Perfilman Indonesia, saat ini terdapat 517 lokasi bioskop dengan jumlah layar sebanyak 2.145 layar yang tersebar di sekitar 115 kota/kabupaten di seluruh wilayah Indonesia. Hikmat menilai bioskop kelas menengah ke bawah yang murah justru memiliki potensi besar untuk menjangkau masyarakat di kota-kota kecil.

"Menurut saya, di kota-kota kecil, bioskop yang murah adalah masa depan industri kita. Tapi kan orang berpikirnya (bioskop) kelas Plaza Senayan semua. Itu kan enggak realistis untuk penduduk Indonesia," ujar Hikmat.

Menurut dia, kondisi ini menyebabkan industri film Indonesia masih belum ideal, di mana jumlah bioskop tidak sebanding dengan proporsi penduduk dan potensi pasar yang besar.

Untuk itu, pemerataan persebaran....

 

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement