REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Topik fansite menjadi trending di media sosial X (sebelumnya disebut Twitter). Banyak pengguna X menyoroti oknum fansite yang membikin kericuhan di gelaran Golden Disc Awards (GDA) ke-38 di Jakarta International Stadium (JIS), Sabtu (6/1/2024) petang.
Warganet Indonesia yang menghadiri GDA mengeluhkan sejumlah oknum fansite asal Korea Selatan yang mengganggu jalannya acara. Mereka disebut menutupi pandangan penonton lain selama berjalannya acara dan marah saat ditegur baik-baik.
"Mereka tuh bergerombol jadi saling tutup-tutupan, oper-operan HP buat fancam, bantu ngabarin satu sama lain biar bisa take foto. Cuman yang parahnya ga ada yg bisa dikasih tau, nyolot duluan, sampe gebuk2an," kata salah satu pengguna X, @jajann***.
Berbagai unggahan lain menunjukkan foto dan video sejumlah oknum fansite yang berlaku tidak pantas di GDA. Mereka menghardik, mengumpat, memukul penonton lain, menyakiti staf GDA, atau menunjukkan gestur makian kasar dengan jarinya.
Para penonton sangat kecewa sebab berbagai keributan itu berlangsung selama acara, bahkan saat member grup K-Pop Seventeen sedang memberikan pidato kemenangan. Di GDA 2024, Seventeen menerima penghargaan utama yang disebut daesang.
Sebenarnya, apa yang disebut fansite? Dilansir laman Koreaboo, Ahad (7/1/2024), di dunia K-pop, keberadaan fansite cukup kontroversial. Penggemar K-pop tidak bisa menghakimi fansite sebagai hal yang baik atau buruk begitu saja karena ada banyak dimensi dari eksistensinya.
Fansite adalah sosok yang mendedikasikan diri untuk mengambil foto dan video berkualitas definisi tinggi (HD) dari sosok idola K-pop. Mereka sangat ulet mengabadikan momen dari berbagai acara seperti ajang penghargaan, sesi jumpa penggemar, dan konser.
Tidak jarang ada fansite yang mengkhususkan diri untuk sosok idola tertentu. Untuk mendapat foto/video itu, tentunya mereka harus menggunakan kamera profesional seperti DSLR. Masalahnya, di sejumlah acara, ada peraturan yang melarang penonton membawa alat-alat profesional itu.
Termasuk juga di GDA yang memberlakukan aturan sama. Bahkan, awak media resmi dilarang mengambil gambar saat berjalannya acara. Media hanya boleh melakukan perekaman dan peliputan di gelaran karpet merah dan dilarang selama acara penganugerahan.
Di salah satu video kericuhan GDA di Jakarta, terlihat seorang fansite yang bersikeras memotret dengan kamera pro hingga petugas GDA mengancam akan mengambil kameranya. Terkait hal itu, sebelum ini seorang fansite anonim pernah menjelaskan triknya di sebuah wawancara.
Fansite biasanya bekerja sama untuk sengaja melanggar peraturan di konser atau acara resmi. Jika pada akhirnya tertangkap, biasanya petugas meminta mengosongkan kartu SD, namun ada banyak program untuk memulihkan gambar-gambar yang telah dihapus.
Kontroversi seputar fansite tidak cuma soal pelanggaran peraturan. Sebagian fansite adalah penggemar yang memang ingin mengabadikan momen idolanya. Akan tetapi, tidak sedikit yang bekerja secara profesional dan bertujuan mencari keuntungan.
Mereka biasanya menjual foto dan rekaman yang didapat dari berbagai acara. Sedangkan, secara hukum, itu adalah hak dari perusahaan tempat artis bernaung, sehingga aksi fansite bisa berujung konsekuensi hukum. Tindakan mereka juga melanggar hak cipta artis.
Sebelum insiden di GDA, sudah banyak kritik terhadap fansite karena melanggar aturan di berbagai acara, membahayakan penggemar, serta merusak pengalaman konser yang seharusnya aman dan menyenangkan. Di sisi lain, penggemar yang tidak dapat menghadiri berbagai acara secara langsung amat mengandalkan hasil konten fansite. Selain itu, ada juga beberapa artis yang berterima kasih kepada fansite karena membantu mereka mendapatkan lebih banyak eksposur.