Rabu 27 Dec 2023 16:00 WIB

Bait Lengkap Puisi Cinta Rapper Macklemore untuk Palestina

Macklemore bertekad tidak akan pernah berhenti menyuarakan kebebasan Palestina.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Rapper Amerika Serikat Macklemore. Pada konsernya yang berlangsung 21 Desember 2023, Macklemore membacakan puisi menggetarkan hati tentang Palestina.
Foto:

My intention is to never offend anyone. I want every soul in this arena to feel the reflection of love.

(Niatku bukanlah untuk menyinggung siapa pun. Aku ingin setiap jiwa di arena ini merasakan refleksi cinta.)

But there's innocent humans out in Gaza getting murdered with our dollars, and those precious human lives are an extension of us.

(Tetapi, ada manusia-manusia tak berdosa di Gaza yang dibunuh dengan uang pajak kita, dan kehidupan para manusia yang berharga itu merupakan perpanjangan dari diri kita.)

I can't get up here in a fur coat, jump around and pretend while in my gut, my gut saying "You know better, Ben". The ancestors yelling "You better step up for us".

(Aku tak bisa berdiri di sini dengan memakai mantel bulu, melompat ke sana ke mari, dan berpura-pura, ketika batinku, batinku berkata "Kamu tahu yang seharusnya kamu lakukan, Ben". Para nenek moyang berteriak "Kamu harus bertindak untuk kami".)

I love my Jewish brothers and sisters so much. And my perspective is one that saying "Free Palestine" is also rooted in your protection, my loves.

(Aku sangat menyayangi saudara-saudara Yahudiku. Dan dari sudut pandangku, ketika seseorang berkata "Free Palestine" mereka juga menyuarakan perlindungan untuk kalian, sayangku.)

And there isn't a drop of anti-Semitic thought in my head or my blood. "Never Again" means never again for all. Have we not learned the lessons, my love?

(Dan tidak ada sedikitpun pemikiran antisemitik di kepalaku atau darahku. "Never Again" berarti jangan sampai terulang lagi untuk semuanya. Apakah kita tidak mengambil pelajaran dari sana, sayangku?)

The self centering around what is potentially threatening to us is actually at the root of what disconnects all of us. The word "genocide" is such a point of contention for some, that it's more hurtful than seeing dead babies getting pulled out of the crumbled cement and the dust.

(Memikirkan diri sendiri untuk apa yang berpotensi menjadi ancaman bagi kita adalah akar yang memisahkan kita semua. Kata "genosida" sampai menjadi bahan perdebatan bagi sebagian orang, yang dianggap lebih menyakitkan daripada melihat bayi-bayi yang meninggal ditarik keluar dari reruntuhan semen dan debu.)

Comparative suffering leads to believing the lie there's a "them" and there's an "us". It's a lie. We don't own this earth. We're just guest here, my love.

(Membanding-bandingkan penderitaan membuat kita mempercayai kebohongan bahwa ada "mereka" dan ada "kita". Itu adalah kebohongan. Kita bukanlah pemilik Bumi ini. Kita hanya tamu di sini, sayangku.)

And at some point in time, we drew lines in the mud. Based on the color of our skins, the gods we worshiped, and the divine up above.

(Dan pada satu waktu, kita menarik garis batas di lumpur. Berdasarkan warna kulit kita, Tuhan yang kita puja, dan keilahian di atas sana.)

And historically we've exploited black and brown bodies to climb up the rungs. But the ladder doesn't work when it depends on the oppression of some.

(Dan secara historis, kita mengeksploitasi tubuh-tubuh berkulit hitam dan cokelat untuk naik ke puncak. Tetapi tangga itu tak akan bekerja bila didasarkan pada penindasan terhadap orang lain.)

I've been here in the earth cry lately and the deepest cries "My oh my, what have we done?". We got some work to do to unlearn and rewire the plugs. There are short circuiting in a "selfish" cycle, then we're blind to the drug that we're all addicted to. Me, myself, I, and not us.

(Aku merasakan rintihan Bumi belakangan ini dan kedukaan mendalam "Ya ampun, apa yang telah kita perbuat?". Kita memiliki tugas untuk meninggalkan hal yang sudah tidak relevan dan memperbaiki hubungan kita. Ada korsleting yang terjadi dalam siklus keegoisan, yang membuat kita buta terhadap buaian yang membuat kita kecanduan selama ini. Aku, diriku, saya, dan tidak pernah kita.)

In this moment in time, we're being called to rise and become. See ourselves in the pain of others and not separate from them. And I must say it till I die, with my chest to the sky.

(Pada momen ini, kita dipanggil untuk bangkit dan berubah. Mencoba melihat diri kita dari kepedihan orang lain dan tidak memisahkan diri dari mereka. Dan aku harus menyerukan itu sampai aku mati, dengan dadaku yang membusung ke angkasa.)

Free Palestine. The message is love.

(Bebaskan Palestina. Pesannya adalah cinta.)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement