Jumat 22 Dec 2023 21:24 WIB

Waspadai Grooming Sebagai Awal Menuju Pelecehan Seksual, Begini Ciri-cirinya

Grooming adalah upaya fake good yang dilakukan seseorang untuk melakukan pelecehan.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Friska Yolandha
Pelecehan terhadap anak (ilustrasi). Peneliti menemukan materi pelecehan anak digunakan untuk melatih AI Membuat gambar.
Foto: Freepik
Pelecehan terhadap anak (ilustrasi). Peneliti menemukan materi pelecehan anak digunakan untuk melatih AI Membuat gambar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang tua dari artis Sandrinna Michelle mengeluhkan gaya pacaran anaknya yang terlalu dewasa. Orang tua Sandrinna menyebut putrinya sudah “dicuci otak” sehingga jauh dari keluarga.

Namun, apa yang disebut grooming atau cuci otak dalam konteks psikologi? Psikolog klinis dan dosen psikologi UPI Bandung, Ifa Hanifah Misbach menjelaskan bahwa grooming, yang secara harfiah berarti merawat diri untuk terlihat baik, memiliki makna dalam konteks pelecehan seksual.

Baca Juga

Ifa menjelaskan bahwa grooming merupakan upaya fake good atau pura-pura baik yang dilakukan seseorang dengan sengaja terhadap anak atau remaja, dengan bertujuan untuk melakukan pelecehan seksual. 

“Dalam konteks pelecehan seksual, grooming adalah upaya manipulatif untuk mendekati anak atau remaja dengan maksud melakukan pelecehan," kata Ifa kepada Republika.co.id, Jumat (22/12/2023). 

Pelecehan seksual seringkali menunggu waktu yang tepat. Pelaku grooming membangun hubungan emosional jauh sebelum melakukan aksi mereka. Hal ini membuat orang tua sering kali tidak menyadari bahwa anak mereka tengah mengalami grooming, terutama pada anak atau remaja yang belum memahami benar apa itu pelecehan seksual.

Ifa memberikan beberapa contoh modus grooming yang perlu menjadi perhatian orang tua agar lebih peka terhadap potensi pelecehan seksual. Beberapa di antaranya adalah memberikan hadiah, perhatian yang berlebihan sebagai tempat curhat, peningkatan kontak fisik secara seksual setelah korban merasa nyaman secara emosional, dan penggunaan konten seksual sebagai alat manipulasi.

“Hal ini membuat korban merasa berutang budi karena diistimewakan oleh si pelaku. Setelah korban nyaman secara emosi dengan pelaku, pelaku semakin berani melakukan sentuhan kontak fisik secara seksual,” ujar Ifa.

Ifa mengatakan bahwa banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak mereka sedang mengalami grooming, terutama pada anak-anak atau remaja yang belum sepenuhnya memahami apa itu pelecehan seksual. Ifa mengimbau orang tua untuk lebih peka terhadap tanda-tanda anak sedang mengalami grooming. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement