Rabu 29 Nov 2023 20:15 WIB

Agar tidak Tersulut Emosi Selama Kampanye Pemilu 2024, Psikolog Sarankan 4 Hal Ini

Emosi kadang muncul saat melihat unggahan di media sosial terkait kampanye Pemilu.

Sejumlah unggahan kampanye Pemilu 2024 di media sosial terkadang menimbulkan emosi.
Foto: www.freepik.com
Sejumlah unggahan kampanye Pemilu 2024 di media sosial terkadang menimbulkan emosi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Psikologi Universitas Gadjah Mada Novi Poespita Candra membagikan sejumlah tips agar masyarakat tidak mudah tersulut emosi saat melihat unggahan media sosial di kala kampanye Pemilu 2024, salah satunya dengan menghabiskan waktu bersama orang-orang tersayang.

Novi menjelaskan, media sosial adalah buah dari teknologi, yang didesain untuk membuat kehidupan menjadi lebih efektif, efisien, dan linier. Sebagai contoh, ujarnya, apabila melihat suatu konten, maka konten-konten serupa lainnya akan mulai direkomendasikan ke pengguna. Dia menjelaskan, hal tersebut juga dapat terjadi di saat kampanye pemilu, dan dapat mempengaruhi emosi seseorang setelah melihat unggahan-unggahan terkait kampanye.

Baca Juga

"Sudah mulai tuh kita gampang emosian. Udah mulai tuh kalau kita komen itu udah kerasa yang paling ngerti gitu walaupun kita nggak kenal sama calon presidennya, tapi kayaknya kita tuh harus membela yang paling bener," katanya, dikutip Rabu (29/11/2023).

Selain itu, Novi menyebutkan, media sosial bersifat adiktif, karena media sosial dapat memicu peningkatan hormon dopamin yang dapat membuat seseorang bahagia. Novi mengatakan, karena sifatnya yang adiktif tersebut, orang beralih ke media sosial untuk bersembunyi dari permasalahan di kehidupan nyata.

Oleh karena itu, dia membagikan sejumlah anjuran untuk dapat mengatasi emosi negatif yang dapat timbul ketika media sosial sudah tidak kondusif saat masa kampanye.

 

1. Menghabiskan waktu dengan orang-orang tersayang

Novi menilai, salah satu pertanda penggunaan media sosial sudah perlu mulai dikurangi adalah ketika seseorang lebih memilih menghabiskan waktu di media sosial dibandingkan bertemu dengan orang baru, atau berkumpul dengan teman-temannya.

Dengan berkumpul dan berkegiatan bersama orang-orang tersayang, seperti teman-teman dan keluarga, seseorang akan merasa bahagia. Hal tersebut, ujarnya, karena kegiatan seperti itu memicu peningkatan hormon-hormon yang membuat bahagia, seperti dopamin, oxytocin, serotonin, dan endorfin.

 

2. Berpiknik atau rekreasi

Dosen tersebut menyarankan piknik sebagai sarana untuk membuat pikiran rileks. Dia mengatakan, dengan berpiknik atau melakukan hobi, seperti bermain musik, maka seseorang akan mudah merasa bersyukur, dan tidak mudah baper (terbawa perasaan) ketika melihat konten di medsos.

"Karena biasanya orang-orang yang baperan itu kurang piknik. Kan ada istilah gitu ya. Nah itu bener," ujarnya.

 

3. Mengatur waktu mengakses medsos

Menurutnya, orang perlu menumbuhkan kesadaran diri, dengan membatasi waktu di media sosial, misalnya hanya dengan membuka media sosial selama satu atau dua jam dalam sehari. Atau dengan tidak langsung membuka media sosial segera setelah bangun tidur, dengan cara menaruh smartphone jauh-jauh dari tempat tidur.

"Jadi ketika kita bangun tidur tuh nggak langsung ambil hape. Kita apa, shalat, olahraga dulu. Habis olahraga baru nih buka," ujarnya.

Dia menyarankan untuk melakukan kegiatan-kegiatan baru yang lebih bermakna dan bermanfaat, seperti membantu orang lain, atau bersepeda.

 

4. Istirahat yang cukup

Novi juga menyarankan tidur dan istirahat yang cukup, apalagi kalau sudah ada tanda-tanda kelelahan secara fisik yang timbul akibat penggunaan medsos. Menurutnya, media sosial bersifat adiktif. Konsumsi konten-konten menarik yang silih berganti membuat orang kecanduan dan ingin terus membuka, meski tubuh dan pikiran sudah tidak kuat.

"Ada yang fisiknya tubuh itu pegel-pegel, lehernya sakit, matanya bahkan ada yang udah pedes banget gitu ya. Itu harus berhenti," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement