Rabu 22 Nov 2023 16:27 WIB

Satu Dasawarsa, Nyamuk dengan Wolbachia Terbukti Signifikan Turunkan Kasus DBD

Kasus DBD Yogyakarta pada 2016-2017 mencapai 1.700 kasus.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Friska Yolandha
Petugas dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung memeriksa jentik nyamuk yang sudah disuntikkan bakteri Wolbachia di Kantor Dinkes Kota Bandung, Bandung, Jawa Barat, Senin (13/11/2023). Pemerintah Kota Bandung telah mengimplementasikan inovasi bakteri wolbachia ke dalam telur-telur nyamuk Aedes aegypty guna menekan kasus DBD di Kota Bandung. Kota Bandung merupakan satu dari lima kota pilot project untuk implementasi penanggulangan DBD berbasis teknologi wolbachia.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung memeriksa jentik nyamuk yang sudah disuntikkan bakteri Wolbachia di Kantor Dinkes Kota Bandung, Bandung, Jawa Barat, Senin (13/11/2023). Pemerintah Kota Bandung telah mengimplementasikan inovasi bakteri wolbachia ke dalam telur-telur nyamuk Aedes aegypty guna menekan kasus DBD di Kota Bandung. Kota Bandung merupakan satu dari lima kota pilot project untuk implementasi penanggulangan DBD berbasis teknologi wolbachia.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mencatatat kasus demam berdarah di Kota Yogyakarta mengalami penurunan yang signifikan. Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Lana Unwanah mengatakan, sebelumnya kasus demam berdarah di Kota Yogyakarta pada tahun 2016-2017 cukup tinggi yakni mencapai 1.700 kasus.

"Sementara di tahun ini di tahun 2023 sampai dengan minggu lalu tercatat kasus terjadi di angka 67 jadi ini adalah terendah sepanjang sejarah di Kota Yogyakarta dan angka ini angka kejadian terendah se-provinsi di Yogyakarta," kata Lana di Gedung Pusat UGM, Rabu (22/11/2023).

Baca Juga

Lana mengungkapkan penurunan kasus demam berdarah di Kota Yogyakarta tidak lepas dari intervensi program yang dilakukan Pusat Kedokteran Tropis UGM bekerja sama dengan Dinkes Kota Yogyakarta dalam pelaksanaan implementasi nyamuk dengan Wolbachia yang telah dilakulan sejak 2016 sampai saat ini. Dari sisi anggaran, implementasi nyamuk dengan Wolbachia terbukti mengurangi anggaran penanganan demam berdarah di Indonesia.

"Di tahun 2016 saat kasus sedang sangat tinggi, fogging yang kami lakukan mencapai lebih dari 200 kali, kemudian di 2017 juga masih mencatat lebih dari 50 kali. Tetapi di tahun ini sampai dengan minggu lalu kami mencatat fogging hanya kami lakukan sebanyak 9 kali," ucapnya.

Dengan adanya efisiensi anggaran tersebut, maka anggaran yang sudah disiapkan untuk penanganan demam berdarah kini dialokasikan untuk penyakit lain. Peneliti Utama World Mosquito Program (WMP) Adi Utarini menjelaskan bahwa Pada 15 Agustus 2016 FK-KMK UGM bersama Monash University dan Yayasan Tahija melepaskan nyamuk dengan Wolbachia di Kota Yogyakarta yakni di Kecamatan Tegalrejo dan Wirobrajan. Namun pelepasan pertana dilakukan pada 2014 di sejumlah wilayah di Kabupaten Sleman dan Bantul. Pelepasan nyamuk wolbachia dilakukan dalam rangka pengendalian DBD. 

"Pelepasan tahap pertama di Kota Yogyakarta berlangsung selama 7 bulan dengan cara menitipkan ember berisi telur nyamuk dengan Wolbachia ke rumah warga," kata Adi Utarini.

Adi menyampaikan apresiasinya kepada Pemerintah Kota Yogyakarta yang telah mengambil keputusan penting dengan melakukan transformasi kesehatan, kaitannya dengan pengendalian DBD menggunakan inovasi nyamuk dengan wolbachia.

Sementara itu Direktur Pusat Kedokteran Tropis UGM Riris Andono Ahmad memastikan implementasi nyamuk dengan Wolbachia merupakan teknologi yang aman dengan risiko yang sangat rendah. Menurutnya teknologi nyamuk dengan Wolbachia merupakan teknologi yang sangat potensial sebagai strategi untuk pengendalian DBD.

Wolbachia adalah bakteri alami yang....

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement