REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Situs obrolan video Omegle resmi ditutup menyusul berbagai penyalahgunaan oleh pemakainya. Layanan yang secara acak menempatkan pengguna dalam obrolan daring itu pernah sangat populer di kalangan anak-anak dan remaja selama pandemi Covid-19.
Pendiri Omegle, Leif Brooks, mengatakan, penyebab penutupan Omegle adalah karena situs tersebut tidak lagi bisa beroperasi secara berkelanjutan, baik secara finansial maupun psikologis. Dia mengatakan, tidak ada pembukuan yang jujur terkait operasional Omegle.
Brooks juga mengakui, sebagian orang telah menyalahgunakannya, termasuk untuk melakukan kejahatan yang keji. Dilansir laman BBC, Jumat (10/11/2023), situs itu telah disebutkan dalam lebih dari 50 kasus pedofil dalam beberapa tahun terakhir.
"Saya berharap keadaannya berbeda, tekanan dan biaya yang harus dikeluarkan untuk perjuangan ini, ditambah dengan tekanan dan biaya yang ada untuk mengoperasikan Omegle, dan memerangi penyalahgunaannya, terlalu besar," kata Brooks.
Pengumuman penutupan Omegle menyertakan gambar logonya di batu nisan, dengan tanda waktu 2009-2023. Pada 14 tahun silam, Brooks meluncurkan Omegle saat masih berusia 18 tahun. Konsep Omegle adalah mempertemukan pengguna dengan orang-orang baru.
Pengguna Omegle bisa berkomunikasi dengan orang asing tanpa mendaftar. Layanan itu secara acak memasangkan pengguna dalam sesi chat. Tersedia juga aplikasi mobile yang membuat pengguna bisa chatting dengan pengguna lain secara acak dari perangkat mobile.
Situs web tersebut memiliki sekitar 73 juta pengunjung setiap bulannya, menurut analis di pengamat situs web SEMrush. Sebagian besar pengguna berasal dari India, Amerika Serikat, Inggris, Meksiko, dan Australia, termasuk dari kalangan usia anak-anak dan remaja.
Saat kabar Omegle akan ditutup menyebar, cukup banyak warganet yang tumbuh dengan Omegle berbagi cerita dan kenangan menyenangkan tentang situs tersebut. Namun, Omegle juga penuh kontroversi dan disinyalir banyak terjadi penyalahgunaan.
Perjumpaan pengguna anonim secara acak di Omegle dibayangi cerita mengerikan tentang perilaku seksual menyimpang dan predator. Dalam sebuah kasus, seorang pemuda asal AS pernah menggugat Omegle, sebab situs itu memasangkan dirinya berinteraksi dengan seorang pedofil.
Pengguna akun tersebut masih di bawah umur saat kejadian terjadi dan gugatan terhadap Omegle diajukan 10 tahun kemudian, tepatnya pada November 2021. Tim hukum Omegle bersikeras kliennya tidak bersalah atas apa yang terjadi, dan menyangkal bahwa situs itu adalah surga bagi predator.
Kini, saat Omegle sudah resmi berhenti beroperasi, Brooks berpendapat bahwa penutupan Omegle adalah gejala hilangnya kebebasan internet dan berakhirnya sebuah era. Namun, dalam banyak hal, Omegle merupakan peninggalan aneh dari cara kerja internet.
Situs itu juga sarat lelucon yang menyinggung, belum lagi tingkat moderasi yang sangat tipis. Beberapa pengguna yang mendalami cara kerja Omegle mengatakan bahwa tidak ada moderasi manusia, meskipun Brooks mengklaim ada.
Selain itu, seluruh perusahaan tampaknya dijalankan hanya oleh Brooks, tanpa karyawan lain yang terdaftar. Situs dioperasikan dari rumahnya di tepi danau di Florida. Ketika dia tertidur atau offline, tidak ada keluhan yang ditindaklanjuti.
Pada awal tahun ini, ditemukan bahwa Omegle telah disebut dalam puluhan kasus pedofil di banyak negara, termasuk Inggris, AS, dan Australia. Platform berbagi video Tiktok melarang penggunanya berbagi tautan ke Omegle, setelah penyelidikan BBC pada 2021 menemukan kasus anak-anak yang mengekspos diri kepada orang asing di situs web tersebut.
Brooks tidak pernah secara terbuka menjawab kritikan yang dialamatkan kepada Omegle. Dengan ditutupnya Omegle, situs serupa lain bisa jadi akan mengisi kekosongan tersebut, dan matinya Omegle bisa menjadi tanda bahwa ada 'seleksi alam' untuk sebuah platform sosial.