REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vagina merupakan bagian luar biasa dari tubuh seorang perempuan, menjadi pintu gerbang untuk mendorong manusia baru keluar ke dunia. Terlepas dari berbagai hal menarik dari vagina, masih banyak kesalahpahaman yang dipercaya soal bagian tubuh ini.
Dokter Danae Maragouthakis, salah satu pendiri Yoxly (perusahaan rintisan di bidang kesehatan seksual yang berbasis di Oxford, Inggris) membantu meluruskan berbagai kesalahpahaman itu. Berikut beberapa mitos yang dia sanggah, dikutip dari laman Metro, Kamis (9/11/2023).
1. Vagina menjadi lebih kendur jika sering berhubungan seks
Masih banyak pasangan suami-istri yang meyakini ini, padahal anggapan tersebut adalah kesalahpahaman besar. Perempuan yang melakukan banyak hubungan seks tidak akan mengubah bentuk vagina dan tak akan membuatnya lebih longgar.
Maragouthakis menjelaskan, vagina adalah organ yang elastis, dengan kemampuan untuk meregang saat berhubungan seks, kemudian kembali ke bentuk dan ukuran aslinya. Sementara, sensasi lebih ketat atau lebih longgar saat penetrasi seksual bisa disebabkan oleh banyak hal. "Jika seseorang tegang atau cemas dalam pengalaman seksual, otot-ototnya akan tegang sehingga mungkin terasa lebih tegang dan jika mereka tidak terangsang sepenuhnya atau jika tidak ada cukup pelumasan, semua ini dapat berkontribusi pada sensasi itu," ucapnya.
2. Darah keluar dari vagina saat kehilangan keperawanan
Maragouthakis menyebut mitos ini tidak benar. Meskipun memang bisa terjadi, tetapi tidak semua orang mengalaminya. Pendarahan saat hubungan seksual pertama kali tergantung pada sejumlah faktor, bukan hanya karena selaput dara (jaringan tipis yang menutupi sebagian lubang vagina).
"Ada beberapa orang yang terlahir tanpa selaput dara, ada yang mempunyai selaput dara lebih besar, ada yang mempunyai selaput dara lebih kecil. Tapi selaput dara bisa sangat fleksibel dan tidak selalu robek saat penetrasi vagina," kata Maragouthakis.
Dia menambahkan bahwa selaput dara pun bisa meregang atau robek saat aktivitas nonseksual, seperti menunggang kuda atau olahraga. Jadi, anggapan bahwa selaput dara akan tetap utuh sampai hubungan seks pertama dan menjadi 'bukti' keperawanan, tidaklah benar.
3. Vagina yang sehat tidak berbau
Sebagian perempuan mungkin merasa minder karena ada aroma tertentu dari vaginanya. Padahal, vagina yang sehat memang yang memiliki aroma alami. Aroma itu bisa berubah sepanjang siklus menstruasi, dipengaruhi pola makan, hormon, dan banyak hal berbeda.
Karena itu, anggapan bahwa vagina sehat tidak berbau hanya mitos. Namun, Maragouthakis mengatakan kaum hawa perlu mewaspadai jika ada aroma yang lebih kuat dibarengi gejala lain seperti gatal, rasa terbakar, nyeri, dan keluarnya cairan yang tidak biasa. Jika itu terjadi, segeralah berkonsultasi dengan dokter.
4. Air mani berdampak negatif terhadap keseimbangan PH vagina
Air mani memang dapat memengaruhi keseimbangan PH vagina, tetapi efeknya tidak negatif dan tak perlu dikhawatirkan. PH vagina secara alami bersifat asam (antara 3,8 dan 4,5), dan keasaman itu berfungsi menyeimbangkan mikrobioma alami agar vagina tetap sehat.
Gunanya, termasuk melindungi dari jamur dan bakteri berbahaya. Di sisi lain, PH sperma secara alami bersifat basa, biasanya antara 7,1 hingga delapan. Efek dari air mani adalah menetralkan lingkungan vagina saat sperma masuk dan bergerak melalui sistem reproduksi perempuan.
Vagina biasanya akan kembali ke PH alaminya dalam beberapa jam setelah berhubungan seks. "Jarang sekali perubahan ini dapat mengganggu lingkungan vagina dan memicu ketidakseimbangan bakteri. Namun, perlu dicatat bahwa PH dapat bervariasi dari orang ke orang dan ada banyak faktor seperti hormon, siklus menstruasi, dan hal lain yang dapat memengaruhi PH vagina," tutur Maragouthakis.