REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis kesehatan jiwa Dr dr Fransiska Kaligis, SpKJ(K), mengatakan, perubahan perilaku yang dialami anak remaja akibat stres adalah rambu bagi orang yang lebih tua untuk segera memberi perhatian dan bantuan kepada mereka. "Itu mungkin suatu tanda bahwa kita perlu memberikan perhatian kepada remaja tersebut. Perhatiannya dalam bentuk apa, mungkin kita dekati dan ajak komunikasi dulu,” kata Fransiska yang berpraktik di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam diskusi daring yang diikuti di Jakarta, Rabu (1/11/2023).
Ia mengatakan, wajar apabila remaja mengalami stres saat mereka mengalami perubahan besar baik secara fisik, mental, maupun hormonalnya, dan di saat yang sama bertemu dengan orang dan lingkungan baru saat beranjak dewasa. Tekanan yang dihadapi remaja saat pertumbuhan pada dasarnya punya dampak positif karena stres yang timbul dapat memotivasi mereka untuk mencapai sesuatu, seperti mempersiapkan ujian atau kompetisi hingga rampung, serta melatih diri menangani stres.
Remaja yang menghadapi kondisi stres baru memerlukan bantuan orang lain apabila stres tersebut tidak dapat mereka tangani dan justru berdampak pada penurunan produktivitas, termasuk kinerja akademis, serta perubahan perilaku. Fransiska yang juga mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tersebut memastikan apabila perubahan perilaku tersebut tidak pulih dalam waktu dua pekan, kondisi tersebut dapat disebut sebagai gangguan stres yang jika tidak ditangani dapat berubah menjadi depresi.
Remaja yang kesulitan menangani stresnya perlu diajak bicara dan berkomunikasi, dan apabila kondisinya belum kunjung membaik, mereka bisa diajak berkonsultasi ke tenaga profesional yang dapat merencanakan tindakan pemulihan yang tepat.
Ia juga mengingatkan bahwa ketika membantu remaja tersebut, orang yang lebih tua harus membangun kepercayaan dan menjelaskan bahwa niat mereka adalah membantu. Upaya tersebut harus dilakukan melalui persuasi dan bukan dengan cara paksaan atau kekerasan.
Peran orang yang lebih tua dalam membantu remaja yang terkena gangguan stres jadi semakin mendesak apabila remaja itu sudah menunjukkan ide, berencana, atau bahkan mencoba mengakhiri hidup.
“Jika dari omongannya menunjukkan rasa putus asa atau ada keinginan mengakhiri hidup, jangan kita anggap itu adalah omongan yang mencari-cari perhatian belaka,” kata Fransiska.