Sabtu 21 Oct 2023 05:52 WIB

Hipertensi tak Terkontrol Tingkatkan Risiko Demensia Hingga 42 Persen

Penderita hipertensi perlu melakukan terapi untuk kurangi risiko demensia pada lansia

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Friska Yolandha
Demensia (ilustrasi). Hipertensi meningkatkan risiko seseorang mengidap demensia,
Foto:

Target tekanan darah yang perlu dicapai bisa lebih rendah pada penderita hipertensi yang memiliki masalah kesehatan lain. Sebagai contoh, mengidap penyakit ginjal atau penyakit jantung.

"Target tekanan darah yang lebih rendah (untuk kelompok ini) akan direkomendasikan," timpal Dr Pin.

Dr Pin menambahkan, ada cukup banyak studi yang telah menunjukkan hubungan erat antara hipertensi dengan risiko demensia. Studi-studi tersebut menemukan bahwa pengobatan hipertensi untuk menurunkan dan mengelola tekanan darah bisa menurunkan risiko demensia vaskular atau penyakit Alzheimer.

Beragam studi juga menemukan bahwa hipertensi memiliki pengaruh yang kuat terhadap pembentukan aterosklerosis atau penumpukan plak di pembuluh darah. Seiring waktu, kondisi tersebut bisa merusak pembuluh-pembuluh darah kecil yang memasok darah ke otak.

"Bila kondisi tersebut mengenai bagian-bagian di otak yang berperan dalam kemampuan berpikir dan mengingat, itu bisa menyebabkan demensia," tutur Dr Pin.

Selain demensia, hipertensi yang tak terkontrol dapat meningkatkan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular, seperti strok atau serangan jantung. Oleh karena itu, Dr Pin sangat merekomendasikan penderita hipertensi untuk menjalani terapi untuk mengontrol tekanan darah, seperti melalui modifikasi gaya hidup dan penggunaan obat-obatan.

Sebagai tambahan, Dr Pin mengungkapkan bahwa tekanan darah rendah juga sama berbahayanya dengan tekanan darah tinggi. Tekanan darah yang terlalu rendah bisa menyebabkan penurunan aliran darah ke berbagai organ vital di dalam tubuh.

 

"Salah satu organ pertama yang terdampak oleh tekanan darah rendah adalah otak. Seseorang bisa merasakan pening atau kantuk ketika (tekanan darah rendah) terjadi," ujar Dr Pin. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement