REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Tjandra Yoga Aditama, mengatakan bahwa prioritas negara pada kesehatan menjadi kunci menghadapi pandemi berikutnya.
“Pemerintah itu memang perlu berprioritas pada kesehatan. Dulu, ada kebijakan pembangunan berwawasan kesehatan, nah sekarang apa? Jadi, tolong semua berpikir tentang kesehatan. COVID-19 membuktikan, kalau mau sehebat apapun pendapatan negara, akan hancur semua kalau masyarakat tidak sehat,” kata dia pada acara penutupan operasi Covid-19 Palang Merah Indonesia (PMI).
Ia menyebutkan Organisasi Kesehatan Dunia masih belum mencabut apakah pandemi COVID-19 sudah berakhir, karena yang dinyatakan berakhir adalah status kedaruratan kesehatan global.
Oleh karena itu, katanya, penting bagi masyarakat untuk bersiap menghadapi kemungkinan pandemi yang akan datang.
“Pandemi itu ada dari waktu ke waktu, jadi pasti ada pandemi lagi, hanya kita tidak tahu kapan, dan penyakit apa yang akan ada, sehingga yang bisa kita lakukan sekarang adalah bersiap, kita harus menghadapi kemungkinan pandemi yang akan datang,” ujar dia.
Ia menekankan pentingnya pembangunan berwawasan kesehatan untuk Indonesia yang lebih maju.
“Misalnya pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), kita lihat istananya dan jalan bagus, tetapi aspek kesehatan itu juga harus dijaga, karena IKN itu berdekatan dengan hutan, dekat dengan nyamuk, nah nanti apakah nyamuknya jadi berbeda? Kan tidak, jadi pembangunan itu mesti berwawasan kesehatan,” ucapnya.
Menurutnya, pemerintah masuk ke dalam lapisan ketiga sebagai kunci untuk menghadapi kemungkinan pandemi berikutnya, yang pertama perlu diperhatikan adalah bagaimana masyarakat perlu menghargai kesehatan diri masing-masing.
“Pada waktu COVID-19 kita sangat menghargai kesehatan, semua perhatian kita berikan penuh pada kesehatan. Sekarang kalau mobil rusak sedikit dibawa ke bengkel, coba kakinya yang bunyi, daripada ketahuan sakit apa mending tidak usah kan, ini penting jadi perhatian. Prioritaskan kesehatan kita terlebih dahulu,” tuturnya.
Level yang kedua, katanya, organisasi mesti bekerja sama untuk meningkatkan kesehatan bangsa, mengingat pandemi tidak bisa diselesaikan hanya oleh pemerintah.
“Tugas kita memberi masukan agar peraturan pemerintah tetap berjalan, dan yang penting sekarang menurut saya, kita jaga bagaimana ke depan kita bisa siap kalau ada pandemi atau krisis yang lain,” katanya.
Ia juga menyarankan masyarakat, utamanya organisasi seperti PMI, untuk mengusulkan dokumen atau usulan mengenai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan kepada Kementerian Kesehatan yang akan diturunkan pada peraturan-peraturan pemerintah.
“UU 17 Tahun 2023 saya punya usul konkret, sekarang sudah sah, jadi kewajiban warga negara untuk melakukan, cuma nanti kan keluar peraturan pemerintah, jadi saya usul, pelajari pasal-pasal itu, buat white paper-nya, masukkan ke Kementerian Kesehatan,” katanya.
Menurut dia, kesehatan memang bukan segalanya, tetapi tanpa kesehatan segalanya tidak akan berarti apa-apa. “Health is not everything, but without health, everything is nothing,” katanya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi mengatakan kerja sama multipihak atau pentahelix (pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, dan media) menjadi pembelajaran utama penanganan pandemi COVID-19.
"Kemenkes dalam hal ini belajar dari pandemi COVID-19 bahwa pentingnya pentahelix atau kerja sama lintas pemangku kepentingan itu harus terus dilakukan," kata dia.