Senin 11 Sep 2023 18:31 WIB

Suka Gemeretakan Leher? Sebaiknya Hentikan, Ini Bahayanya

Menggemeratakan leher terkadang dilakukan saat merasa pegal.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Menggemeratak leher umumnya dilakukan saat sedang merasa pegal, namun ternyata kebiasaan ini sangat tidak dianjurkan.
Foto: Pxfuel
Menggemeratak leher umumnya dilakukan saat sedang merasa pegal, namun ternyata kebiasaan ini sangat tidak dianjurkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi sebagian orang, meregangkan leher hingga muncul bunyi 'krek' bisa memberikan kepuasan tersendiri, terutama saat sedang merasa pegal. Padahal, kebiasaan menggemeretakkan leher dapat memicu masalah yang serius.

Masalah serius akibat menggemeretakkan leher belum lama ini dialami oleh seorang pasien berusia 20 tahun. Pasien wanita tersebut datang ke rumah sakit dengan keluhan rasa sakit yang hebat di leher. Rasa sakit tersebut muncul setelah sang pasien menggemeretakkan lehernya sebanyak dua kali lalu mendengar bunyi 'krek'.

Baca Juga

"Kami menemukan bahwa dia mengalami fraktur kompresi servikal (di leher)," jelas edukator kesehatan, Dr Ever Arias, seperti dilansir The Sun pada Senin (11/9/2023).

Dr Arias mengungkapkan bahwa pasien wanita tersebut pada dasarnya memiliki kondisi bernama sindrom hipermobilitas. Kondisi ini membuat sendi-sendi menjadi sangat fleksibel dan bisa bergerak dengan cakupan yang lebih luas dibandingkan sendi normal.

"Dia lalu meregangkan lehernya sedikit berlebihan dan mulai mengalami fraktur kompresi," lanjut Dr Arias.

Fraktur kompresi merupakan kondisi retaknya satu atau sejumlah tulang pada tulang belakang. Fraktur kompresi servikal merupakan keretakan tulang yang terjadi pada area tulang belakang bagian atas atau leher.

Kondisi fraktur kompresi biasanya ditemukan pada orang-orang berusia 50 tahun ke atas. Biasanya, fraktur kompresi lebih sering ditemukan pada penderita osteoporosis atau pengeroposan tulang. Selain penderita osteoporosis, orang-orang dengan masalah hipermobilitas juga sangat berisiko terhadap fraktur kompresi.

Menurut National Health Service, sebagian besar kasus fraktur kompresi servikal bisa ditangani dengan penggunaan penyangga leher. Pasien umumnya perlu menggunakan penyangga leher selama tiga bulan sampai kondisi tulang mereka pulih.

 

Bahaya Menggemeretakkan Leher

Selain fraktur kompresi servikal, Dr Arias mengungkapkan bahwa ada sejumlah potensi masalah lain yang bisa muncul akibat menggemeretakkan leher. Salah satu di antaranya adalah strok.

Dr Arias mengatakan, ada sejumlah pasien yang datang ke rumah sakit dengan strok. Setelah ditelusuri, strok yang dialami oleh pasien-pasien tersebut ternyata sempat menjalani terapi leher dengan praktisi chiropractic. Seperti diketahui, terapi leher dengan praktisi chiropractic biasanya dilakukan dengan menggemeretakkan leher.

"Praktisi chiropractic memanipulasi leher mereka dan mereka akhirnya mengalami diseksi arteri vertebralis yang membuat mereka terkena strok," kata Dr Arias.

Menurut Dr Arias, diseksi arteri vertebralis tak hanya bisa terjadi ketika leher digemeretakkan oleh praktisi chiropractic. Kebiasaan menggemertakkan leher sendiri juga dapat memicu terjadinya diseksi arteri vertebralis.

Menurut Cleveland Clinic, diseksi arteri vertebralis terjadi ketika ada robekan pada salah satu pembuluh darah di bagian belakang leher. Dalam kasus yang langka, robekan ini dapat memicu terjadinya strok.

"Anda bisa menyebabkan diri anda sendiri mengalami diseksi arteri vertebralis atau cedera lain pada pembuluh darah di struktur leher," ujar Dr Arias.

Healthline mengungkapkan bahwa menggemeretakkan leher secara lembut atau hanya sesekali tidak akan memicu masalah. Akan tetapi, menggemeretakkan leher dengan cara yang salah, terlalu sering, atau dengan tenaga yang besar bisa memicu terjadinya sejumlah masalah dan keluhan, termasuk rasa nyeri dan ketidaknyamanan.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement