REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baru pulang haji, jamaah ada kalanya masih menyimpan uang riyal. Bagaimana hukumnya menukarkan mata uang asing di money changer?
Pimpinan Ar-Rahman Qur'anic Learning (AQL) Center, Ustaz Bachtiar Nasir, pernah menjelaskan kepada Republika bahwa dalam kitab fikih Islam, jual-beli mata uang ini disebut al-sharf. Dan dalam istilah fikih kontemporer disebut al-tijarah bil al-'umlat (jual-beli mata uang).
Pada masa awal dan kejayaan Islam, mata uang itu hanya dalam bentuk emas yang dinamakan dinar dan perak yang dinamakan dirham. Namun, zaman sekarang kebanyakan mata uang berbentuk nikel, tembaga, dan kertas yang diberi nilai tertentu.
Para ulama menjelaskan, pada dasarnya al-sharf hukumnya boleh, sebagaimana jual beli lainnya, selama tidak mengandung unsur riba, gharar, dan spekulasi, serta memenuhi syarat yang ditentukan dalam syariat. Hadist Nabi Muhammad SAW menjelaskan ketentuannya.
Pertama, jual beli atau transaksi tersebut harus dilakukan secara tunai. Artinya, setiap pihak harus menerima dan menyerahkan mata uang masing-masing pada saat terjadinya transaksi.
Tidak sah jual belinya jika salah satu pihak tidak menerima atau menyerahkan mata uangnya. Sebab, ini akan termasuk riba yang diharamkan oleh Allah SWT.
Dari 'Ubadah bin al-Shamit, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda: Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya'ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya'ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar secara kontan (tunai). Dan, jika jenis barang itu berbeda, silakan engkau memperjualbelikannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai)" (HR Muslim).
Dalam hadist lain disebutkan, dari Abu Minhal, ia berkata, "Saya bertanya kepada al-Bara' bin 'Azib dan Zaid bin Arqam tentang al-sharf (jual beli uang), maka mereka berkata: Pada zaman Rasulullah SAW kami adalah pedagang dan kami bertanya kepada Rasulullah SAW tentang al-sharf itu. Beliau bersabda: Jika dilakukan dengan cara tunai maka tidak apa-apa dan jika dilakukan penundaan (ditangguhkan penyerahan salah satu uang tersebut) maka tidak boleh" (HR Bukhari).