Senin 19 Jun 2023 16:44 WIB

Operasi Ganti Kelamin, Remaja Lugu Transgender Dinilai tak Ubahnya Korban Mutilasi

Bedah rekonstruktif untuk kembalikan alat vital pria sulit dilakukan.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Reiny Dwinanda
Simbol LGBT (ilustrasi). Sejumlah remaja transgender menyesal melakukan operasi ganti kelamin.
Foto: MgRol112
Simbol LGBT (ilustrasi). Sejumlah remaja transgender menyesal melakukan operasi ganti kelamin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa tahun belakangan, jumlah transgender usia belia terus meningkat di Amerika Serikat. Seorang remaja bernama Chloe Cole pun menyatakan penyesalannya karena termakan kampanye masif lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT).

Cole mulai menggunakan penghambat pubertas dan suntikan testosteron pada usia 13 tahun. Dia menjalani mastektomi ganda pada usia 15 tahun kemudian memilih bertransisi dari wanita ke pria setahun kemudian.

Baca Juga

Keputusan yang diambil di usia semuda itu rupanya mendatangkan penyesalan tak berujung bagi Cole. Dia mengaku merasa hancur karena kehilangan payudaranya.

"Saya bahkan tidak tahu apakah saya bisa mengandung anak secara alami karena memakai penghambat pubertas dan testosteron pada usia 13 tahun. Sebagai seorang anak, saya dulu membuat keputusan yang seharusnya diambil orang dewasa," kata Cole, dilansir Fox News Digital, Ahad (18/6/2023).

Cole menggugat para dokter yang melakukan operasi penggantian kelamin karena dia ingin mengakhiri praktik tersebut. Dia ingin meminta pertanggungjawaban "orang dewasa" yang membuatnya dalam bahaya. Cole menyebut apa yang terjadi padanya itu mengerikan dan sangat buruk.

"Ini terjadi pada anak-anak di seluruh AS, di seluruh penjuru Barat, dan itu menyebar ke seluruh dunia," ujar dia.

Cole diwakili oleh organisasi nirlaba Center for American Liberty. Situs web libertycenter.org memiliki surat yang memerinci semua gejala medis yang dimiliki Cole dan malapraktik medis yang dialaminya.

"Sejujurnya, (Yang dialami Cole ini) mutilasi yang dilakukan oleh para profesional medis ini," kata pengacara Harmeet Dhillon.

Pada 2022, dua pasien transgender lain mengungkapkan penyesalan mereka setelah menjalani operasi ganti kelamin. Mereka berbicara tentang dampak buruk pada kesehatan mental dan fisiknya.

"Ini tidak dapat dibalikkan, eksperimen telah berakhir bagi saya, benar-benar tidak ada jalan untuk kembali," kata Ritchie, yang menjelaskan detail sifat operasi yang diperlukan untuk menghilangkan anatomi prianya, dilansir Daily Mail.

Sementara itu, Amber, yang menjalani mastektomi dan menggunakan testosteron untuk beralih dari wanita ke pria, menggambarkan rasa sakit dan kesulitan kesehatan yang dia alami karena terburu-buru untuk menjalani operasi. Dia berharap dia diberi terapi sebagai gantinya.

Ritchie menggambarkan operasi yang dia jalani untuk transisi dari laki-laki menjadi perempuan sebagai hal yang sangat brutal. Salah satu prosedur yang dijalani adalah pengaturan ulang uretra, yang menyebabkan komplikasi sangat umum disebut penyempitan uretra.

"Saat itulah Anda tidak bisa buang air kecil dengan benar. Itu akan muncul perlahan, menyakitkan, atau dalam beberapa kasus tidak sama sekali. Beberapa orang menggunakan kateter selama sisa hidup. Beberapa mengalami komplikasi yang sangat mengerikan," ujar Ritchie.

Pada 2017, ahli bedah rekonstruktif genital terkemuka dunia, Profesor Miroslav Djordjevic, mengungkapkan dia menerima seorang pasien transgender di kliniknya di Beograd, Serbia, sekitar lima tahun lalu. Pasien itu telah menghilangkan alat kelamin pria di klinik berbeda.

Itu adalah pertama kalinya Djordjevic dihubungi untuk melakukan operasi pemulihan alat vital. Selama enam bulan berikutnya, enam orang lainnya juga menghubunginya ingin mengembalikan alat vital bawaan lahir mereka.

Mereka datang dari negara-negara di seluruh dunia Barat, dengan alasan sama, yaitu rasa penyesalan yang mendalam. Dilansir SMH, Djordjevic mengatakan memulihkan alat kelamin pria seperti sedia kala adalah prosedur yang rumit dan membutuhkan beberapa operasi selama setahun untuk menyelesaikannya sepenuhnya.

Prof Djordjevic, yang memiliki pengalaman 22 tahun dalam bedah rekonstruktif genital, beroperasi di bawah pedoman yang ketat. Sebelum operasi, pasien harus menjalani evaluasi psikiatri minimal antara satu hingga dua tahun diikuti dengan evaluasi hormonal dan terapi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement