Selasa 13 Jun 2023 20:19 WIB

Muslim Makan di Resto yang Jual Menu Babi, Ceroboh dan Bebal?

Umat Islam sebaiknya menghindari makan di restoran yang menjual menu non halal.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Menu daging babi (ilustrasi). Umat Islam sebaiknya menghindari restoran yang menjual menu daging babi. Pasalnya, bisa saja makanan yang dipesan terkontaminasi dari bahan tidak halal.
Foto: www,freepik.com
Menu daging babi (ilustrasi). Umat Islam sebaiknya menghindari restoran yang menjual menu daging babi. Pasalnya, bisa saja makanan yang dipesan terkontaminasi dari bahan tidak halal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam beberapa hari ini, kasus restoran Mamma Rosy menjadi perbincangan di media sosial. Penyebabnya, karena waitress Mamma Rosy menyajikan menu daging babi kepada konsumen yang beragama Islam.

Menanggapi hal ini, founder Halal Corner Aisha Maharani mengatakan, kedatangan seorang Muslim ke restoran yang menyediakan menu non halal sebetulnya termasuk tindakan ceroboh. Karena dalam proses memasak, bisa saja ada kontaminasi dari bahan-bahan yang tidak halal.

Baca Juga

“Iya kadang memang suka banyak yang bebal dan abai. Sudah tahu restoran itu menyediakan menu non halal, tapi tetap saja datang, mungkin bisa jadi karena gengsi kan. Tidak mementingkan syariat,” kata Aisha saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (13/6/2023).

Aisha juga memandang, saat ini banyak Muslim dan Muslimah yang ikut-ikutan FOMO (fear of missing out atau istilah yang merujuk pada perasaan takut ketinggalan tren-Redaksi) untuk mencoba restoran dan makanan yang viral atau direkomendasikan food vlogger. Padahal, bisa saja makanan tersebut tidak halal atau belum mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Dia kemudian mengingatkan pentingnya kontrol diri dan kesadaran dari setiap konsumen ketika hendak membeli produk makanan tertentu yang belum mendapat sertifikasi halal. Menurut dia, sertifikasi halal itu penting untuk menjamin bahwa kehalalan suatu produk.

“Kalau sudah ada sertifikasi halal, kan kita sebagai Muslim pasti tidak waswas. Kami sudah sering edukasi soal ini melalui berbagai platform sosial media Halal Corner,” kata Aisha.

Di sisi lain, Aisha mendesak para pelaku usaha untuk mengedepankan kejujuran saat berkaitan dengan persoalan halal dan haram. Aisha menilai, hingga kini masih banyak pelaku usaha makanan di Indonesia yang belum jujur soal ini dan hanya mengutamakan profit bisnis.

“Ini jadi kelemahan di Indonesia, pelaku usahanya tidak jujur. Suka banyak yang klaim masaknya dibedain antara menu halal dan haram, padahal pada kenyataannya enggak. Beda dengan di Singapura dan Malaysia, pelaku usahanya lebih jujur. Bahkan kalau kita pakai hijab, dan di situ menyediakan menu haram, pasti kita dilarang makan disitu,” kata Aisha.

Meski begitu, Aisha menilai literasi umat Islam di Indonesia terhadap makanan halal dan haram sudah mengalami peningkatan. Namun memang, kata dia, kesadaran umat terkait masalah ini masih belum maksimal.

“Jika dibandingkan dengan tahun 90-an atau 2000-an, masih lebih baik sekarang dari segi literasinya ya. Tapi kalau di tingkat maksimal saya rasa belum,” kata Aisha.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement