REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Saat mendengar cuaca ekstrem, apakah yang terbayang dalam pikiran Anda adalah cuaca panas? Padahal, cuaca ekstrem bisa juga termasuk sugu dingin.
Suhu ekstem dapat membahayakan nyawa bayi. “Suhu itu bisa sebabkan angka kematian pada bayi. Dampak langsung itu apabila situasi perubahan iklim menyebabkan perubahan suhu yang ekstrem,” kata Ketua Satgas Bencana IDAI, dr Kurniawan Taufiq Khadafi dalam jumpa pers virtual bersama IDAI, Selasa (2/5/2023).
Kejadian cuaca yang ekstrem akibat perubahan iklim dapat diklasifikasikan karena kebakaran hutan, badai, banjir, dan proses presipitasi yang ekstrem. Terkait suhu panas yang ekstrem, laporan penelitian dari Kanada yang pernah meneliti selama 30 tahun (1981 sampai dengan 2010) menemukan hubungan sangat kuat antara peningkatan suhu bumi dengan angka kematian bayi yang sifatnya mendadak.
Dari riset ini, ada kesimpulan bahwa terdapat dukungan kuat antara peningkatan suhu bumi yang ekstrem satu hari sebelum muncul kematian, dan pada hari yang sama terjadi kematian yang sifatnya mendadak, akibat adanya peningkatan suhu dunia ekstrem. Pada usia berapa yang sangat rentan? Ternyata, hubungannya yang kuat antara peningkatan suhu bumi yang ekstrem dengan angka kematian pada bayi, yaitu pada bayi-bayi yang berusia tiga bulan sampai 12 bulan.
Mungkin situasi itu tidak begitu tampak di Indonesia karena hawa panas itu tidak seekstrem negara-negara di Asia Selatan, seperti India, Bangladesh. “Tetapi (temuan) ini cukup penting kalau suatu saat nanti ya uap panas itu atau cuaca panas itu, atau suhu panas itu sampai ke di negara kita, karena resikonya adalah kematian bayi yang sifatnya mendadak,” ujar dr Khadafi.
Selain suhu panas yang ekstrem, dr Khadafi mengatakan hawa dingin yang ekstrem ternyata berisiko, terutama pada bayi-bayi usia 0 sampai 182 hari. Kondisi ini adalah situasi hipotermi atau suhu di bawah normal.
Untuk usia nol sampai dengan tujuh hari (mau suhu ekstrem atau situasi itu biasa) dengan berat kurang dari 2.500 gram, ketika orang tua/dokter tidak bisa menjaga bayi tetap hangat maka risiko kematiannya 4,9 kali lebih besar. Pada bayi nol sampai tujuh hari dengan berat di atas 2.500 gram, maka risiko kematiannya hingga 4,6 kali.
“Jadi, pada bayi, walaupun beratnya cukup, kalau sampai kena air hujan dan kita tidak bisa menjaga, bahaya kematiannya cukup tinggi," kata dia.
Pada usia delapan sampai dengan 56 hari dengan berat badan kurang dari 2,5 kg, maka risiko kematiannya 3,2 kali. Pada bayi 57 hari ke atas dengan berat di atas 2,5 kg masih memiliki resiko kematian 1,3 kali akibat kekurangan atau suhu yang rendah.
“Terdapat hubungan yang kuat antara hipotermi dengan peningkatan angka kematian bayi, maka kita mungkin jauh berhati-hati terhadap situasi suhu dan cuaca yang ekstrem, terutama pada anak-anak,” ujar dia. Dr Khadafi mengatakan situasi kematian mendadak bisa saja terjadi pada orang dewasa, tetapi tidak seekstrem anak-anak.