REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi baru mengkaji kemungkinan vaksin mRNA dapat mengurangi risiko kekambuhan melanoma pada pasien kanker. Uji coba tersebut melibatkan pasien kanker yang telah menjalani operasi untuk menghilangkan melanoma, sejenis kanker kulit yang dapat menyebar, dari kelenjar getah bening atau organ lain.
Semua peserta berisiko tinggi terkena penyakit yang sama di daerah yang jauh dari lokasi awal kanker. Di antara 107 peserta yang disuntik dengan vaksin eksperimental mRNA-4157/V940 dan pembrolizumab imunoterapi, kanker kembali pada sekitar 22 persen orang.
Sebagai perbandingan, 40 persen peserta yang diobati dengan pembrolizumab saja kena kanker lagi. Peneliti senior dari New York University, Profesor Jeffrey Weber, mengomentari penelitian tersebut.
"Studi fase 2b kami menunjukkan bahwa vaksin mRNA neoantigen, bila digunakan dalam kombinasi dengan pembrolizumab akan menghasilkan waktu yang lebih lama tanpa kekambuhan atau kematian dibandingkan dengan pembrolizumab saja," kata dia, dilansir Express, Senin (17/4/2023).
Hasil yang dipresentasikan pada pertemuan American Association for Cancer Research itu memberikan jaminan awal untuk penggunaan vaksin mRNA. Studi yang lebih besar akan diperlukan untuk mendukung temuan tersebut.
Vaksin mRNA bekerja dengan mengajarkan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali sel kanker yang berbeda dengan sel normal. Dalam proyek penelitian tersebut, efek samping yang paling umum dirasakan peserta yang mendapat vaksin mRNA adalah kelelahan.
NHS memperingatkan "penyebab utama" dari jenis kanker kulit yang berbahaya ini adalah sinar ultraviolet, yang berasal dari matahari saat berjemur. Tahi lalat baru, atau perubahan pada tahi lalat yang sudah ada, bisa menjadi tanda melanoma. Carilah tahi lalat yang memiliki bentuk atau tepi yang tidak rata, karena tahi lalat normal biasanya berbentuk bulat dengan tepi yang halus. Perhatikan juga warna di dalam tahi lalat, karena dua warna atau lebih bisa menjadi indikasi lesi kanker.