REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kini sedang memantau geliat penyebaran varian baru omicron, XBB.1.16, yang dikenal sebagai arcturus. Varian ini berada dalam pemantauan karena berpotensi dapat memicu lonjakan kasus Covid-19.
Kasus Covid-19 akibat varian arcturus pertama kali teridentifikasi pada Januari 2023 di India. Hanya dalam waktu beberapa bulan, varian arcturus kini telah mendominasi kasus Covid-19 di negara tersebut.
"Karena itu varian ini dipantau," jelas Covid-19 Technical Lead WHO, Maria Van Kerkhove, seperti dikutip The Sun, Rabu (5/4/2023).
Saat ini, varian arcturus telah terdeteksi di 88 negara di dunia. Varian ini juga digadang lebih menular dibandingkan varian sebelumnya yang mendominasi, yaitu XBB.1.5 atau varian kraken.
Meski memiliki tingkat penularan yang sangat tinggi, varian arcturus cenderung memunculkan gejala Covid-19 yang lebih ringan dibandingkan varian-varian pendahulunya. Sejauh ini, belum ada laporan terkait studi laboratorium mengenai tingkat keparahan penyakit akibat XBB.1.16 atau arcturus.
WHO juga melaporkan ada sekitar 3,6 juta kasus Covid-19 baru di dunia sejak periode 27 Februari hingga 26 Maret. Dalam periode yang sama, tercatat ada lebih dari 25.000 kasus kematian terkait Covid-19. Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 27 persen untuk kasus baru dan 39 persen untuk kasus kematian, bila dibandingkan dengan periode 28 hari sebelumnya.
Sejauh ini, belum ada data resmi mengenai gejala Covid-19 akibat varian XBB.1.16 atau arcturus. Namun, seperti turunan-turunan Omicron sebelumnya, varian arcturus mungkin memunculkan gejala yang mirip. Gejala yang paling sering muncul adalah hidung beringus, sakit kepala, lelah ringan atau berat, bersin, dan nyeri tenggorokan.