REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terapis Wicara Bangkit Pratama mengatakan kurangnya bermain bisa menyebabkan perkembangan bahasa anak terhambat karena sambil bermain sebenarnya anak-anak juga belajar berbahasa.
"Jika anak-anak kurang bermain dan berinteraksi dapat menyebabkan perkembangan bahasanya terhambat, karena dengan permainan anak akan lebih menikmati proses belajar berbicara," kata Bangkit dalam diskusi memperingati Hari Kesadaran Autisme Sedunia yang diikuti secara daring di Jakarta, Ahad (2/4/2023).
Bangkit mengatakan, permainan adalah landasan untuk perkembangan bahasa anak. Maka sudah sewajarnya bagi para orang tua untuk aktif dalam mengajak anaknya berinteraksi.
Jenis permainan yang dapat digunakan juga bermacam-macam seperti symbolic play (bermain tebak-tebakan bentuk benda yang ada di sekitar), pretend play (pura-pura seperti dokter-dokteran), dan basic play (permainan umum seperti cilukba), tambah dia. "Usia tiga tahun ke bawah jika duduk satu jam itu tidak bagus dan tidak fokus. Ajak mereka lari sambil bersuara," kata Bangkit.
Meski demikian, bukan berarti bermain sambil duduk itu tidak bagus. Ada permainan yang bisa dilakukan sambil duduk, tapi tidak sampai satu jam dan tetap harus diawasi orang tua. Contohnya jika orang tua memberikan mainan model binatang pun orang tua juga harus berperan dalam mengajak berbicara seperti menirukan suaranya atau pura-pura memberi makan, tambah dia.
Menurutnya, jenis permainan lain seperti permainan berkelompok yang lebih aktif bisa lebih melatih kemampuan interaksi anak, karena kemampuan motorik dan bicara itu sebanding. "Orang tua yg memberikan tanggung jawab anaknya kepada para pengasuh itu biasanya lupa akan hal ini," kata Bangkit.
Oleh karena itu, Bangkit menyarankan agar para orang tua memperhatikan perkembangan anaknya dengan minimal melihat pada buku merah muda (buku kesehatan ibu dan anak/KIA) yang dibagikan di Posyandu.