REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Saat ini mikroplastik menjadi masalah urgen di sejumlah wilayah dunia tidak terkecuali Indonesia.
Mikroplastik yang tersebar di perairan dapat meningkatkan banyak risiko permasalahan kesehatan seperti tumor, kanker, penyakit hormonal (diabetes mellitus hingga ketidaksuburan), gangguan perkembangan saraf bayi dan anak, hingga kecacatan janin dan kematian.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) bersama Tim Peneliti Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) sempat melakukan uji kontaminasi mikroplastik di tiga lokasi Perairan Kota Kupang, NTT. Yakni di wilayah Hilir Kali Oesapa, Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, lalu wilayah Hulu Bendungan Biknoi, Kelurahan Bakunase II, Kecamatan Kota Raja, dan di wilayah Tengah Kali Naimata, Kelurahan Liliba, Kecamatan Maulafa.
Dari tiga lokasi tersebut, semua sampel air yang diambil telah terkontaminasi mikroplastik dengan rata-rata 161 partikel mikroplastik dalam 100 liter air. Dari data ini, menunjukkan bahwa mikroplastik jenis filament mendominasi mikroplastik di perairan Kota Kupang.
Jenis filament itu bersumber dari sampah tas kresek, botol plastik, gelas plastik, sedotan dan plastik pembungkus yang bersifat lunak. Tercecernya sampah ke perairan, menyebabkan sampah plastik terpecah menjadi partikel di bawah 5 mm yang disebut mikroplastik.
Jenis mikroplastik kedua terbesar adalah fiber atau benang-benang yang berasal dari peralatan penangkap ikan dan limbah tekstil atau benang pakaian yang terlepas selama proses pencucian. Karena tidak adanya instalasi pengolah limbah komunal, maka limbah cair domestik yang berisi mikroplastik jenis fiber ini mencemari perairan Kota Kupang.
“Data ini menjadi salah satu acuan bagi kami untuk terus mendesak Pemerintah agar segera menerapkan UU No. 18 tahun 2008. Dan pola konsumerisme yang sengaja diciptakan oleh pelaku usaha (produsen) untuk sekedar memenuhi kebutuhan penjualan hasil produksinya,” ucap peneliti mikroplastik Walhi NTT, Horiana Yolanda, saat dihubungi Republika.co.id.
Walhi sendiri belum memiliki kajian khusus terkait dengan mikroplastik di Indonesia secara menyeluruh. Lantaran Indonesia merupakan negara yang memiliki 70 persen wilayah perairan, sehingga untuk meneliti keseluruhan kondisi perairannya membutuhkan waktu sedikit lebih lama.
Untuk masyarakat, Walhi berharap agar jangan mudah terbawa pola konsumerisme yang sengaja diciptakan oleh produsen.