Rabu 22 Mar 2023 19:58 WIB

Cara Mengenali Trauma pada Anak, Orang Tua Harus Bagaimana?

Respons anak terhadap peristiwa traumatis akan unik, tergantung usia.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Anak mengalami trauma (ilustrasi). Orang tua perlu mencermati apakah keadaan tak bahagia yang dialami anak merupakan kesedihan umum atau trauma yang tidak terdiagnosis.
Foto: www.freepik.com
Anak mengalami trauma (ilustrasi). Orang tua perlu mencermati apakah keadaan tak bahagia yang dialami anak merupakan kesedihan umum atau trauma yang tidak terdiagnosis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semua orang tua tentu ingin kesehatan mental anak-anaknya terjaga. Untuk bisa mencapai itu, para ahli menyarankan untuk mengajari anak cara menoleransi keadaan tidak bahagia. Akan tetapi, penting bagi orang tua untuk mengidentifikasi lebih lanjut kondisi itu.

Dalam artian, orang tua perlu mencermati apakah keadaan tak bahagia yang dialami anak merupakan kesedihan umum atau trauma yang tidak terdiagnosis. Pasalnya, trauma yang tidak terselesaikan pada anak dapat menyebabkan konsekuensi yang signifikan saat dewasa.

Baca Juga

Anak-anak harus mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan untuk mengatasi sumber trauma dan memulai proses penyembuhan. Psikolog klinis senior dari India, Priyanka Kapoor, mengulas tentang cara mengenali tanda umum trauma pada anak.

Kapoor mengatakan, anak bisa saja trauma akibat pengabaian serta pelecehan secara psikologis, fisik, atau seksual. Selain itu, pemicu lain yakni kekerasan di sekolah atau komunitas, menyaksikan kekerasan di rumah, kecelakaan serius, penyakit yang mengancam nyawa orang yang mereka cintai, kehilangan orang yang dicintai secara tiba-tiba atau dengan kekerasan, perundungan, rasisme, hingga bencana alam.

 

"Trauma bisa disebabkan oleh peristiwa tunggal atau terulangnya pengalaman traumatis. Respons anak terhadap peristiwa traumatis akan unik, tergantung usia atau tahap perkembangannya," ujar Kapoor, dikutip dari laman Times of India, Rabu (22/3/2023).

Peran orang tua amat krusial untuk mengidentifikasi dan mendampingi anak. Bahkan, ketika seorang anak tidak lagi dalam bahaya, tubuhnya bisa tetap waspada dan melepaskan hormon stres dalam tubuh. Itu bisa mengganggu kemampuan memusatkan perhatian, tidur, atau interaksi sosial.

Menurut Kapoor, orang tua kerap melewatkan beberapa tanda umum trauma yang tersamar, seperti sulit berkonsentrasi, mudah takut, sulit tidur, berat badan tiba-tiba berubah, mudah frustrasi atau jengkel, dan masalah makan. Begitu pula ledakan kemarahan yang intens, suka melamun, dan menyendiri.

Sebagai cara mengatasinya, Kapoor merekomendasikan orang tua menghadirkan ruang yang aman bagi anak. Caranya, tidak menepis emosi dan perilaku anak. Ayah dan ibu juga diminta mendengarkan anak dengan sabar dengan pikiran terbuka.

Perhatikan pula jika ada perubahan sekecil apapun pada sikap atau kebiasaan anak dan jangan ragu bertanya kepada anak tentang itu. "Hindari sikap menghakimi. Sikapi perilaku anak dengan tidak berlebihan dan berusahalah untuk berempati. Yakinkan anak bahwa Anda akan selalu ada untuk mereka," kata Kapoor.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement