Kamis 02 Mar 2023 16:39 WIB

Kemenkes Soroti Keamanan dan Pemenuhan Gizi Siswa yang Masuk Sekolah Pukul 5 Pagi

Pelajar di dua SMA di NTT masuk sekolah mulai pukul 05.00 Wita.

Sejumlah pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) mengikuti aktivitas belajar mengajar di SMA Negeri I Kupang di Kota Kupang, NTT, Rabu (1/3/2023).  Pemerintah provinsi NTT menerapkan kebijakan aktivitas sekolah bagi SMA/SMK Negeri di NTT dimulai pukul 05.00 WITA dengan alasan untuk melatih karakter siswa/siswa SMA/SMK di NTT.
Foto: ANTARA FOTO/Kornelis Kaha
Sejumlah pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) mengikuti aktivitas belajar mengajar di SMA Negeri I Kupang di Kota Kupang, NTT, Rabu (1/3/2023). Pemerintah provinsi NTT menerapkan kebijakan aktivitas sekolah bagi SMA/SMK Negeri di NTT dimulai pukul 05.00 WITA dengan alasan untuk melatih karakter siswa/siswa SMA/SMK di NTT.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak sekolah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang kini menerapkan jam masuk sekolah pukul 05.00 pagi punya tugas tambahan. Sekolah harus memperhatikan aspek keamanan dan pemenuhan gizi siswa.

"Lebih banyak segi keamanan, misalnya, anak yang harus berjalan cukup jauh dari rumah ke sekolah, karena kita tahu kalau di daerah berisiko, apa lagi sebagian anak harus naik jembatan gantung gelap-gelap," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi, saat dihubungi Antara dari Jakarta, Rabu (1/3/2023).

Baca Juga

Pihak sekolah dan orang tua, menurut Siti, harus berperan dalam memastikan aspek keamanan anak saat di perjalanan menuju sekolah. Sementara aspek kesehatan bila masuk sekolah pukul 05.00 Wita, menurut Siti, sebetulnya masih bisa diatasi asalkan anak dapat dipastikan istirahat dan tidur yang cukup, yakni selama delapan jam sehari.

Pola asuh orang tua menjadi ujung tombak terhadap kebugaran dan kesehatan anak. Pemenuhan gizi yang baik juga diperlukan untuk anak terhindar dari kantuk dan rasa malas saat masuk pagi.

"Mengantuk itu bukan karena terlalu pagi, tapi bisa juga karena dia kurang darah atau anemia, itu juga akan menyebabkan kantuk dan malas dan cenderung lamban berpikir karena kurang oksigen di otak," ujarnya.

Selain itu, Siti juga menyarankan pihak sekolah untuk melaksanakan gerakan Aksi Bergizi di lingkungan sekolah. Aksi Bergizi merupakan gerakan yang menyerukan kegiatan sarapan bersama di sekolah dengan diiringi edukasi gizi yang bersifat multisektor dengan tujuan mempromosikan asupan makan yang sehat juga bergizi baik.

"Dengan gerakan ini, kita berharap minimal sekali sepekan sarapan bersama di sekolah, anak akan mengenal mana makanan yang baik untuk dirinya, dan pihak sekolah dapat mengetahui dan memantau pola makan tiap-tiap muridnya," kata Siti.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement