REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Sosiolog dari Universitas Negeri Padang (UNP), Erianjoni, mengatakan pelecehan seksual di lingkungan Fakultas kedokteran Universitas Andalas (Unand) terjadi karena hilangnya nilai-nilai agama, moral, etika dalam kehidupan generasi muda. Menurutnya, anak-anak muda dengan segala kemajuan zaman sudah merasa menjadi masyarakat modern seperti yang kerap dipertontonkan di media sosial.
"Anak-anak muda ada yang kehilangan patron. Jadi patronnya itu ya gaya hidup, tren, viral sehingga lupa dengan nilai-nilai agama, kesantunan, kesopanan," kata Erianjoni, kepada Republika.co.id, Senin (27/2/2023).
Anak muda, menurut Erianjoni, justru sudah terasing dengan nilai-nilai yang ada. Alhasil, hal yang tak sesuai dengan nilai malah dianggap biasa.
Erianjoni juga melihat perilaku pelecehan yang dilakukan pasangan di FK Unand itu ada kaitannya dengan kelainan seksual dari kedua pelaku. Kelainan tersebut kemudian didukung oleh adanya alat penunjang seperti kamera di telepon seluler dan koneksi internet untuk menyalurkan hasrat kelainan seksual pada dirinya.
"Adanya kelainan seksual dan krisis nilai, itu kemudian ditunjang dengan adanya medium dalam hal ini media sosial sehingga mereka mengabaikan batas kewajaran," ujar Erianjoni.
Halaman 2 / 3
Keselarasan nilai yang dianut keluarga dan masyarakat
Agar kejadian serupa tak kembali terulang, Erianjoni melihat perlu upaya bersama untuk kembali menanamkan nilai-nilai kepada anak-anak muda, dimulai dari rumah atau keluarga, sekolah dan lingkungan kampus, serta masyarakat. Butuh sinkronisasi pola asuh keluarga, sekolah, dan masyarakat sehingga nilai-nilai yang hendak diberikan dapat diterima dengan baik oleh anak.
"Harus saling mengikat, pengendalian sejak dari rumah, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Kalau berbeda-beda, di situlah dapat terjadi pikiran menyimpang," kata Erianjoni.
Predator seksual?
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor Koentjoro, turut memberikan tanggapan mengenai kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh pasangan heterogen mahasiswa FK Unand tersebut. Menurut Koentjoro, ada beberapa kemungkinan yang terjadi.
"Kalau seperti ini, harus dilihat dulu latar belakangnya, kenapa dia (pelaku perempuan) memotret itu. Tujuannya apa, apakah dia juga menggunakan untuk kepuasannya sendiri atau ada paksaan dari pacarnya," kata Koentjoro saat dihubungi Republika.co.id, Senin (27/2/2023).
Menurut Koentjoro, masih terlalu dini untuk menyebut kasus itu sebagai predator seksual. Namun, apabila yang dilakukan pelaku perempuan juga untuk kepuasan pribadinya, bisa jadi dia punya kecenderungan biseksual (tertarik pada dua jenis kelamin).
Terkait pemicu tindakan tersebut, menurut Koentjoro, belum tentu paparan pornografi bisa menjadi penyebabnya. Itu bisa karena libido para pelaku yang tak terkendali atau adanya kelainan yang membuat mereka terangsang dengan stimulasi perilaku seksual sesama jenis.
Koentjoro yang menjabat sebagai ketua Dewan Guru Besar UGM mengkritisi kultur masyarakat, di mana kedekatan tertentu di antara perempuan dianggap wajar. Berbeda halnya dengan kedekatan intim antara sesama pria atau antara lelaki dan perempuan, yang lebih disoroti.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook