REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebagai wadah kreator untuk menghibur dan terhubung dengan komunitas secara real-time lewat siaran langsung, fitur TikTok Live banyak dimanfaatkan penggunanya. Namun, belakangan ini, marak fenomena ngemis online di TikTok dengan menyakiti diri sendiri atau mengeksploitasi kemalangan orang lain demi mendapat gift.
Psikolog Ifa Hanifah Misbach beranggapan fenomona itu berkaitan dengan masalah mental dan faktor didikan orang tuanya. Misalnya, apakah para kreator itu hanya mendapat didikan meminta alih-alih melatih kemandirian.
"Kalau pola asuhnya merujuk ke kemandirian, si anak pas gedenya akan bisa survive (bertahan) untuk menciptakan apapun yang misalnya menghasilkan kemampuan finansial," kata Ifa kepada Republika.co.id, Senin (9/1/2023).
Terkait fenomena itu, Ifa merasa yang perlu ditelusuri adalah latar belakang kreator "pengemis online" itu. Kegiatan mengemis bisa diartikan dengan menyerah dengan keadaan.
Artinya, kreator ini ingin mendapatkan hasil sebanyak-banyaknya, tetapi dengan usaha seadanya. Menurut Ifa, mental orang-orang seperti itu berasosiasi cara termudah, tercepat, dan jalan pintas.
"Jadi secara logika, orang-orang ini tidak terlatih bagaimana bekerja dengan proses," ujar Ifa.
Menurut Ifa, orang yang tidak menghargai proses itu memiliki kemampuan regulasi diri yang rendah. Mereka tidak memiliki kemampuan delay satisfaction (menunda kepuasan). Selain itu, masalah rendahnya literasi di Indonesia juga menyumbang larisnya tontonan tidak bermutu di media sosial.
"Balik lagi, terlatih ketidakmandirian. Dan juga, orang kayak gitu nggak mikirin harga diri, karena itu mempertontonkan kebodohan. Itu pasti biasanya pola asuhnya selalu mendapatkan apa yang dia mau," kata Ifa.