Kamis 15 Dec 2022 10:35 WIB

Benarkah Diet Detoks Bermanfaat?

Diet detoks menjadi salah satu pola makan yang kini kian menjadi tren.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Diet detoks menjadi salah satu pola makan yang kini kian menjadi tren.
Foto: The Blue Diamond Gallery
Diet detoks menjadi salah satu pola makan yang kini kian menjadi tren.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengonsumsi makanan "pendetoks" telah menjadi salah satu tren diet yang dianggap menyehatkan. Alasannya, makanan-makanan pendetoks diyakini dapat membantu tubuh mengeluarkan beragam racun atau toksin. Padahal, tubuh sebenarnya memiliki kemampuan untuk mengeluarkan toksin sendiri.

Tubuh manusia memiliki mekanisme yang canggih dalam mengeliminasi toksin. Mekanisme ini melibatkan organ hati, ginjal, sistem pencernaan, kulit, hingga paru-paru.

Baca Juga

"Reaksi kimia yang membantu detoksifikasi tubuh bergantung erat pada zat gizi seperti B2, B3, B6, B12, dan folat sebagai kofaktor," jelas ahli gizi Melissa Azzaro RDN LD, seperti dilansir EatThis, Kamis (15/12/2022).

Akan tetapi, tak semua toksin di dalam tubuh bisa dibuang secara efektif. Dosis toksin yang terlalu besar misalnya, bisa menjadi racun bagi tubuh. Selain itu, beberapa polutan seperti DTT dan logam juga cukup sulit untuk dibuang dari tubuh. Polutan seperti ini membutuhkan waktu yang lama untuk bisa dipecah dan bisa bertahan di dalam tubuh selama bertahun-tahun.

 

Efektivitas Diet Detoks

Hingga saat ini, belum ada bukti yang menunjukkan bahwa sebagian besar variasi diet detoks bisa bermanfaat dalam membantu tubuh membuang toksin. Sebaliknya, beragam variasi diet detoks justru memiliki aturan yang ketat sehingga berisiko memicu terjadinya kekurangan asupan zat gizi.

Di sisi lain, diet detoks yang penuh larangan atau restriksi juga cukup sulit untuk diikuti. Hal ini bisa mendorong seseorang untuk makan berlebih setelah selesai menjalani diet detoks.

Orang-orang yang menjalani diet detoks juga berisiko mengonsumsi suplemen, pencahar, diuretik, dan bahkan air putih secara berlebihan. Sebuah laporan kasus dalam PubMed misalnya, mengungkapkan bahwa ada seorang laki-laki berusia 19 tahun yang mengalami sindrom serotonin setelah menjalani diet detoks herbal yang dia temukan di internet.

Meski begitu, beberapa studi mengindikasikan bahwa komponen zat gizi tertentu bisa memberikan efek detoksifikasi. Sebagai contoh, ketumbar, asam malat dalam anggur, asam sitrat dalam jeruk, asam suksinat dalam apel dan blueberry, pektin jeruk pada kulit dan daging jeruk, serta chlorella tampak memiliki sifat pengkelat yang alami.

Hal ini mengindikasikan bahwa zat-zat tersebut mungkin bermanfaat dalam mengeliminasi logam beracun tertentu. Tentu, perlu dilakukan studi secara mendalam sebelum memanfaatkan zat-zat tersebut sebagai pendetoks pada manusia.

 

Diet Penunjang Detoksifikasi

Benar-benar terbebas dari paparan toksin merupakan hal yang mustahil. Akan tetapi, beberapa upaya bisa dilakukan untuk mengurangi paparan toksin terhadap tubuh.

Dalam hal makanan misalnya, paparan toksin merkuri bisa dikurangi dengan cara menghindari konsumsi ikan yang memiliki kandungan merkuri tinggi. Paparan toksin dari pestisida juga bisa dikurangi dengan mencuci dan membersihkan produk makanan sebelum diolah.

Sebagai tambahan, Azzaro mengatakan makanan dan minuman tidak bisa secara langsung mendetoks toksin dari tubuh. Akan tetapi, ada beberapa jenis asupan yang bisa membantu organ tubuh bekerja lebih efisien dalam membuang toksin. Sebagai contoh, makanan dan minuman yang tinggi antioksidan bisa membantu organ hati menjalankan fungsinya dengan lebih efisien.

Hal penting lain yang perlu dilakukan adalah menjaga hidrasi dengan minum air putih yang cukup. Asupan air putih yang cukup dapat menunjang proses eliminasi toksin melalui urin, keringat, atau kotoran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement