REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Paparan polusi udara tinggi dari lalu lintas dikaitkan dengan peningkatan risiko berbagai gangguan kesehatan fisik dan mental jangka panjang. Temuan itu diulas dalam sebuah studi baru yang menganalisis lebih dari 364 ribu orang di Inggris.
Studi dipimpin para peneliti dari Institute of Psychiatry, Psychology, & Neuroscience (IoPPN), King's College London, Inggris. Riset diklaim sebagai yang terbesar di dunia untuk memeriksa kaitan antara paparan polusi udara dan kondisi kesehatan jangka panjang.
Multimorbiditas didefinisikan sebagai adanya dua atau lebih kondisi kesehatan fisik atau mental. Riset telah diterbitkan di Frontiers in Public Health. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat polusi udara terkait lalu lintas yang tinggi (materi partikulat halus 2.5 dan nitrogen dioksida) berhubungan dengan peningkatan risiko setidaknya dua gangguan kesehatan jangka panjang.
Asosiasi terkuat diamati untuk kondisi kesehatan mental neurologis, masalah pernapasan, gangguan kardiovaskular, dan penyakit umum yang terjadi secara bersamaan seperti depresi dan kecemasan. Penulis studi, Amy Ronaldson, menjelaskan bahwa orang dengan lebih dari satu gangguan kesehatan jangka panjang memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dan cenderung tergantung pada sistem perawatan kesehatan.
"Studi ini tidak membuktikan bahwa polusi udara menyebabkan multimorbiditas, tetapi bisa jadi tindakan sederhana untuk mengurangi tingkat lalu lintas berpotensi meningkatkan kehidupan dan mengurangi tekanan pada sistem perawatan kesehatan," kata Ronaldson yang merupakan Research Associate di IoPPN, King's College London.
Para peneliti menganalisis data dari basis data biomedis UK Biobank berskala besar dan sumber daya penelitian yang berisi informasi genetik, gaya hidup, dan kesehatan anonim dari setengah juta peserta di Inggris. Peserta yang berusia antara 40 dan 69 tahun dinilai untuk 36 kondisi kronis kesehatan fisik dan lima kondisi kesehatan mental.
Hasilnya menemukan bahwa peserta yang terpapar konsentrasi partikel halus yang lebih tinggi memiliki 21 persen peningkatan risiko dua atau lebih kondisi yang terjadi bersamaan. Bagi peserta yang terpapar lebih banyak NO2, ada kenaikan risiko 20 persen mengalami dua atau lebih kondisi yang terjadi bersamaan.
Para peneliti mengidentifikasi beberapa pola dalam hubungan tersebut. Kaitan terkuat terutama antara kondisi yang berkaitan dengan sistem pernapasan (asma, penyakit paru obstruktif kronik) serta sistem kardiovaskular (fibrilasi atrium, penyakit jantung koroner, gagal jantung) tetapi juga dengan neurologis dan kondisi mental umum (stroke, penyalahgunaan zat, depresi, kecemasan).
Penulis senior studi, Ioannis Bakolis, menyampaikan tim belum sepenuhnya memahami cara polusi udara memengaruhi banyak organ dan sistem pada saat yang sama. Akan tetapi, ada beberapa bukti bahwa mekanisme seperti peradangan, stres oksidatif, dan aktivasi kekebalan dapat dipicu oleh partikulat udara, sehingga menyebabkan kerusakan pada otak, jantung, darah, paru-paru, dan usus.
"Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami bagaimana polusi udara memengaruhi sistem tubuh yang berbeda. Mengatasi polusi udara dapat membantu mencegah dan mengurangi dampak yang melemahkan dari berbagai kondisi kesehatan jangka panjang," ujar Bakolis, dikutip dari laman Medical Express, Jumat (2/12/2022).