Sejarah Kain Endek
Kain endek mulai berkembang sejak abad ke-16, yaitu masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Gelgel, Klungkung. Kain endek ini kemudian berkembang di sekitar daerah Klungkung, salah satunya adalah di Desa Sulung. Di desa Sulang, kain tenun endek dipelopori oleh Wayan Rudja yang saat itu memiliki tenaga kerja sekitar 200 karyawan.
Meskipun kain endek telah ada sejak Kerajaan Gelgel, tetapi endek baru mulai berkembang pesat di desa Sulang setelah masa kemerdekaan. Perkembangan kain endek di Desa Sulang dimulai pada tahun 1975 dan kemudian berkembang pesat pada tahun 1985 hingga sekarang.
Kain Endek dapat digunakan sebagai pakaian adat atau banyak digunakan sebagai seragam sekolah dan kantor. Namun ada beberapa motif yang dianggap sakral yang hanya digunakan dalam acara keagamaan saja. Ada juga motif yang hanya digunakan untuk orang-orang tertentu seperti para raja atau bangsawan.
Motif Kain Endek
Motif patra dan encak saji yang bersifat sakral umumnya digunakan untuk kegiatan upacara keagamaan. Motif-motif tersebut menunjukkan rasa hormat kepada Sang Pencipta.
Motif yang mencerminkan nuansa alam, biasa digunakan untuk kegiatan sosial atau kegiatan sehari-hari. Misalnya motif yang menggambarkan flora, fauna dan tokoh pewayangan yang sering muncul dalam mitologi-mitologi cerita Bali. Motif tersebut memberikan ciri khas tersendiri pada kain endek dibandingkan dengan motif-motif kain pada umumnya.
Motif geometri diungkapkan melalui bentuk-bentuk: garis lurus, garis putus, garis lengkung dan semua bidang geometri. Motif ini menceritakan dan memberikan simbolisasi keyakinan masyarakat Bali.