REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril mengatakan, tidak ada tambahan kasus gangguan ginjal akut progresif yang dilaporkan di Indonesia per Ahad (6/11/2022). "Kami sangat bersyukur, sampai 6 November 2022 tidak ada kasus yang terlaporkan, baik itu kasus baru, maupun yang lama. Termasuk angka kematiannya," kata Mohammad Syahril dalam jumpa pers terkait update perkembangan gangguan ginjal akut pada anak yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Senin (7/11/2022).
Syahril mengatakan, akumulasi kasus gangguan ginjal akut progresif di Indonesia hingga Sabtu (5/11/2022), mencapai 324 kasus yang tersebar di 28 provinsi. Kemenkes melaporkan, delapan provinsi di antaranya menjadi penyumbang kasus nasional terbanyak, di antaranya DKI Jakarta 83 kasus, Jawa Barat 41 kasus, Aceh 32 kasus, Jawa Timur 25 kasus, Banten 22 kasus, Sumatera Barat 20 kasus, Bali 16 kasus, dan Sumatera Utara 15 kasus.
Dari total 324 kasus, sebanyak 195 di antaranya meninggal dunia, 27 dalam perawatan, dan 102 dinyatakan sembuh. Kasus kematian berdasarkan kelompok umur didominasi pasien berusia 1 hingga 5 tahun sebanyak 130 dari total 190 kasus, usia kurang dari 10 tahun 27 orang dari total 50 kasus, usia 6 hingga 10 tahun 26 orang dari total 43 kasus, dan 11 hingga 18 tahun 11 orang dari total 40 kasus.
Menurut Syahril, penurunan laju kasus dipengaruhi serangkaian kebijakan pemerintah, dimulai dengan pelarangan penggunaan obat sirop dan penggunaan obat penawar Fomepizole per 18 Oktober 2022. Selain itu, pada 23 Oktober 2022 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengumumkan daftar obat yang aman dikonsumsi masyarakat.
"Pada 25 Oktober 2022, kami mendistribusikan Fomepizole intim digunakan di rumah sakit di luar RSCM serta takedown obat-obatan berbahaya, seperti produksi Afi Farma," ujarnya.
Serangkaian kebijakan itu ditempuh pemerintah usai hasil tes laboratorium terhadap pasien menyimpulkan faktor risiko terbesar gangguan ginjal akut progresif di Indonesia dipicu cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
"Dari temuan, ini para peneliti di bawah kepemimpinan Kemenkes mempunyai dugaan kuat, yaitu faktor penyebab terbesar adalah karena intoksikasi," katanya.
Selain itu, kasus gangguan ginjal akut progresif di Indonesia memiliki faktor penyebab yang sama seperti yang terjadi di Gambia, Afrika.