Kamis 03 Nov 2022 07:31 WIB

Penderita Long Covid Berisiko Alami Masalah Usus

SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, dapat tekan populasi bakteri baik di usus.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Reiny Dwinanda
Sakit perut (ilustrasi). Virus penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, dapat mengurangi jumlah spesies bakteri baik di usus.
Foto: www.pixahive.com
Sakit perut (ilustrasi). Virus penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, dapat mengurangi jumlah spesies bakteri baik di usus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli mengatakan orang yang mengalami long Covid dapat memiliki masalah usus. Jutaan orang yang terkena Covid-19 mengalami efek jangka panjang, seperti kelelahan dan sesak napas.

Petugas medis di NYU Langone Health di AS mengatakan SARS-CoV-2 sebagai virus penyebab Covid-19 dapat mengurangi jumlah spesies bakteri baik di usus. Kondisi itu dapat menyebabkan mikroba berbahaya berkembang biak sehingga membuat seseorang lebih sulit melawan infeksi.

Baca Juga

Dalam jurnal Nature Communications, para ahli merinci analisis mereka terhadap 96 pria dan wanita yang dirawat di rumah sakit karena Covid-19 pada 2020 di New York City. Sekitar seperempat dari pasien memiliki keragaman mikrobioma usus yang rendah, yang berarti usus pasien mungkin kurang tangguh daripada yang lain.

Seperempat pasien lainnya ususnya didominasi oleh satu jenis bakteri. Para ahli mengatakan bahwa pada saat yang sama terdeteksi beberapa mikroba yang diketahui termasuk spesies yang resisten terhadap antibiotik.

Petugas medis mengatakan bahwa kondisi ini mungkin meningkat karena penggunaan antibiotik yang meluas selama pandemi Covid-19. Penulis senior studi dan ahli mikrobiologi Ken Cadwell sebagai perwakilan NYU menjelaskan temuan timnya itu.

"Temuan kami menunjukkan bahwa infeksi virus corona secara langsung mengganggu keseimbangan mikroba yang sehat di usus, yang semakin membahayakan pasien dalam prosesnya,” kata Cadwell dilansir The Sun, Rabu (2/11/2022).

Cadwell mengatakan peneliti telah menemukan sumber ketidakseimbangan bakteri itu. Dengan begitu, dokter dapat lebih baik mengidentifikasi pasien virus corona yang paling berisiko terkena infeksi aliran darah sekunder.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement