REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orangtua diajak menerapkan pedoman "Isi Piringku" dalam memenuhi gizi anak agar menghasilkan sumber daya manusia berkualitas. "Pedoman Isi Piringku mengacu pada konsumsi pembagian piring makan menjadi 2/3 makanan pokok, 1/3 lauk pauk, 2/3 sayur dan 1/3 buah, dilanjutkan dengan minum air 8 gelas/hari, 30 menit aktivitas fisik dan penerapan pola hidup bersih dan sehat," kata Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, dari Universitas Indonesia, dalam webinar, Senin (31/10/2022).
Penerapan "Isi Piringku" adalah salah satu cara untuk orangtua dapat memastikan kebutuhan zat gizi makro dan mikro pada anak secara cukup. "Di sisi lain, kita juga perlu memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi memiliki kualitas gizi yang baik," ujar dia.
Ia menjelaskan, dalam akses terhadap makanan bergizi, perlu diperhatikan bahwa makanan yang dikonsumsi bervariasi serta dalam jumlah yang cukup serta kualitas gizi yang baik. Pemenuhan makanan yang bervariasi berhubungan dengan berkurangnya risiko defisiensi mikronutrien dan risiko kurangnya asupan nutrisi. Kajian sistematis menunjukkan, kurangnya variasi makanan berhubungan dengan kejadian stunting pada anak.
Ia menambahkan, pemenuhan bahan baku pangan dengan pedoman tersebut juga bisa dilakukan dengan diversifikasi pangan, yakni konsumsi pangan lokal yang tersedia di lingkungan sekitar. Eksplorasi bahan makanan lokal, termasuk cara pengolahan, untuk akses yang berkesinambungan dapat dilakukan.
Setiap daerah punya pangan lokal yang berbeda-beda dan bisa dimanfaatkan bila individu memahami Daftar Bahan Makanan Penukar (DBMP) agar bisa mencari alternatif pangan yang mengandung nutrisi yang kurang lebih sama dengan pangan yang biasa dikonsumsi.
Selain itu, pemberian makanan yang sudah difortifikasi juga bisa menjadi cara memenuhi kebutuhan gizi secara lebih murah. Sebab, bahan pangan terforitikasi sudah mengandung makroutrien dan mikronutrien sekaligus dalam satu makanan.
"Fortivikasi makanan merupakan upaya meningkatkan kualitas pangan dengan menambahkan pada makanan tersebut satu atau lebih zat gizi mikro tertentu," katanya.
Dia menambahkan, fortivikasi bermanfaat sebagai salah satu cara intervensi pemenuhan zat gizi mikro masyarakat yang terbukti "cost-effective" terutama untuk mengatasi defisiensi mikronutrien (hidden hunger) dan membantu percepatan perbaikan gizi anak Indonesia.
"Pemenuhan konsumsi pangan yang seimbang dan konsumsi pangan berfortivikasi dapat dilakukan untuk memastikan kebutuhan zat gizi mikro tubuh dapat terpenuhi," ujar Ray.