Senin 24 Oct 2022 18:50 WIB

Pasien Kritis Diperbolehkan Konsumsi Obat Sirup

Pasien kritis diperbolehkan mengonsumsi obat sirup dengan resep dokter.

Pasien kritis diperbolehkan mengonsumsi obat sirop dengan resep dokter.
Foto: www.pixabay.com
Pasien kritis diperbolehkan mengonsumsi obat sirop dengan resep dokter.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pasien yang menderita penyakit kritis diperbolehkan mengonsumsi obat sirup atau cair dengan resep dokter. "Ada beberapa obat-obatan yang memang sifatnya sirup, tapi dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit kritis, seperti epilepsi dan sebagainya. Ini kalau dilarang anaknya bisa menderita atau meninggal gara-gara penyakit yang lain," kata Menkes Budi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (24/10/2022).

Karena itu, Budi mengizinkan pasien dengan penyakit kritis mengonsumsi obat sirup asalkan sesuai resep dari dokter. Keputusan itu juga diambil setelah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan konsultasi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia, dan Ikatan Apoteker Indonesia.

Baca Juga

"Untuk obat-obatan sirup yang gunanya untuk menangani penyakit kritis kita perbolehkan, tetapi harus menggunakan resep dokter," kata dia.

Kemenkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelumnya melarang sementara peredaran obat sirop untuk anak-anak menyusul munculnya kasus gangguan ginjal akut pada anak. Obat sirop itu dilarang karena diduga mengandung cemaran senyawa etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang menyebabkan gagal ginjal akut pada anak.

Kemenkes juga menginstruksikan kepada seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair atau sirop sampai ada pengumuman resmi dari Pemerintah. Hingga Senin, Kemenkes memaparkan sudah ada 245 kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (Acute Kidney Injury/AKI) di 26 provinsi di Indonesia dengan tingkat kematian mencapai 57,6 persen yang terdeteksi pihaknya.

Terdapat delapan provinsi yang akumulasi kasusnya mencapai hingga 80 persen dari total temuan nasional, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali, Banten, dan Sumatera Utara. Tingkat fatalitas hingga menyebabkan meninggal dunia dari 245 kasus mencapai 141 kasus atau 57,6 persen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement