Kamis 20 Oct 2022 14:57 WIB

Mengapa Obat Sirop Perlu Ada?

Kemenkes telah melarang penjualan dan persepan semua obat sirop.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Reiny Dwinanda
Petugas mengumpulkan berbagai jenis merek obat sediaan sirop yang dilarang dijual untuk sementara waktu di salah satu apotek, Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (20/10/2022). Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginstruksikan seluruh apotek di Indonesia untuk menyetop sementara semua penjualan obat bebas dalam bentuk sediaan cair atau sirup kepada masyarakat dan diminta nakes untuk tidak meresepkan obat-obatan sirop, kecuali obat sirop kering sampai adanya pengumuman resmi dari pemerintah.
Foto: ANTARA/jojon
Petugas mengumpulkan berbagai jenis merek obat sediaan sirop yang dilarang dijual untuk sementara waktu di salah satu apotek, Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (20/10/2022). Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginstruksikan seluruh apotek di Indonesia untuk menyetop sementara semua penjualan obat bebas dalam bentuk sediaan cair atau sirup kepada masyarakat dan diminta nakes untuk tidak meresepkan obat-obatan sirop, kecuali obat sirop kering sampai adanya pengumuman resmi dari pemerintah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil ketua Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Prof Keri Lestari mengatakan obat sirop diperlukan keberadaannya. Obat sirop menjadi sediaan alternatif bagi anak, terutama yang berusia di bawah lima tahun.

"Namanya bayi atau anak di bawah usia lima tahun, sulit kita memaksakan untuk obat puyer, makanya ada alternatif obat sirop," katanya.

Baca Juga

Sementara itu, sebagian besar pasien anak juga ada yang belum patuh dan tidak nyaman saat mengonsumsi obat puyer maupun tablet. Mereka akan terbantu dengan adanya obat sirop.

Prof Keri menjelaskan etilen glikol dan dietilen glikol yang diduga kuat menjadi penyebab gagal ginjal akut misterius sebetulnya tidak digunakan dalam formulasi obat. Hanya saja, senyawa itu bisa ada dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirop.

"Nilai toleransinya 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol, serta 0,25 persen pada polietilen glikol," kata Prof Keri ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (20/10/2022).

Prof Keri mengaku menghargai aspek kehati-hatian dari Kemenkes terkait larangan penjualan obat dalam sediaan sirop. Pihaknya juga masih menunggu hasil penelusuran Badan Pengawas Obat dan Makanan mengenai merek-merek obat yang melebihi ambang batas kandungan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement