REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak orang yang telah pulih dari Covid-19 masih mengalami masalah dengan paru-parunya. Meski telah melewati fase yang mengancam jiwa, sebagian penyintas Covid-19 belum kembali ke kondisi awal sebelum terinfeksi dan berjuang dengan gangguan pernapasan.
Efek berkepanjangan itu disebut long Covid, yang mencakup berbagai gejala seperti kabut otak, kelelahan, batuk, dan sesak napas. Gejala-gejala demikian dapat diakibatkan oleh kerusakan atau gangguan fungsi beberapa sistem organ, termasuk paru-paru.
Asisten profesor kedokteran Universitas Virginia, Jeffrey M Sturek; bersama asisten profesor kedokteran dan farmakologi Universitas Virginia, Alexandra Kadl; menjelaskan bahwa infeksi Covid-19 bisa mengimbas fungsi dasar paru-paru normal. Tidak semua pasien Covid-19 akan mengalaminya, tapi pada sebagian kasus, paru-paru akan terpengaruh.
Memahami bagaimana mekanisme paru-paru dapat terpengaruh oleh penyakit Covid-19 dapat membantu memperjelas apa yang terjadi pada pasien dan mengambil langkah penanganan. Fungsi utama paru-paru adalah membawa udara yang kaya oksigen ke dalam tubuh dan mengeluarkan karbon dioksida. Walau terkesan sederhana, proses ini membutuhkan koordinasi aliran udara (ventilasi) dan aliran darah (perfusi) yang luar biasa.
Ada lebih dari 20 divisi di saluran napas manusia, mulai dari tenggorokan utama (trakea) sampai ke balon-balon kecil di ujung jalan napas yang disebut alveoli. Kerusakan apa pun di sepanjang jalan napas dapat menyebabkan kesulitan bernapas. Berikut cara Covid-19 merusak paru-paru dalam jangka panjang, dikutip dari laman Science Alert, Rabu (28/9/2022):
1. Obstruksi atau penurunan aliran udara
Salah satu bentuk penyakit paru-paru adalah terhambatnya aliran udara masuk dan keluar tubuh. Para peneliti telah mengamati obstruksi aliran udara yang sedang berlangsung pada beberapa pasien yang telah pulih dari Covid-19. Kondisi itu biasanya dapat diobati dengan inhaler yang menjadi cara membuka saluran udara. Perawatan semacam itu juga dapat membantu saat pulih dari Covid-19.
2. Restriksi atau pengurangan volume paru-paru
Kondisi restriksi, atau kesulitan mengembangkan paru-paru menurunkan volume paru-paru dan jumlah udara yang dapat dihirup. Ini sering terjadi akibat pembentukan jaringan parut, juga disebut fibrosis, di paru-paru karena cedera.
Fibrosis menebalkan dinding alveoli, yang membuat pertukaran gas dengan darah lebih sulit. Para peneliti menemukan bahwa pasien yang telah pulih dari Covid-19, terutama dengan kasus penyakit parah, dapat mengembangkan penyakit paru restriktif.
3. Gangguan perfusi (penurunan aliran darah)
Covid-19 dikaitkan dengan peningkatan risiko pembekuan darah. Itu dapat menyebabkan emboli paru (kondisi di mana satu atau lebih arteri di paru-paru menjadi terhalang oleh gumpalan darah) yang mengancam jiwa karena membatasi aliran darah ke paru-paru.
Dalam jangka panjang, pembekuan darah juga dapat menyebabkan masalah kronis aliran darah ke paru-paru, suatu kondisi yang disebut hipertensi pulmonal tromboemboli kronis. Ada juga bukti bahwa kasus parah Covid-19 dapat merusak pembuluh darah paru-paru secara langsung dan mengganggu aliran darah selama pemulihan. Hingga kini, para peneliti dan dokter masih mencari cara terbaik untuk mengobati kerusakan paru-paru jangka panjang yang terlihat pada long Covid.