REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tren transaksi jual beli melalui media sosial atau social commerce semakin populer. Opsi itu membuat konsumen dapat berbelanja daring secara mudah dan berinteraksi langsung dengan penjual sambil menjelajahi media sosial, tanpa harus berpindah aplikasi.
Dari sisi penjual, social commerce memungkinkan mereka menjangkau calon pelanggan yang lebih luas. Survei yang digagas Populix berupaya meninjau kebiasaan masyarakat Indonesia dalam menggunakan platform social commerce tersebut.
Penelitian "The Social Commerce Landscape in Indonesia" dilakukan pada 28 Juli hingga 9 Agustus 2022. Survei dilakukan secara daring melalui aplikasi Populix, di mana 1.020 responden pria dan perempuan berusia 18-55 tahun di Indonesia diminta mengisi kuesioner.
Hasil survei menunjukkan bahwa 52 persen masyarakat Indonesia sudah mengetahui pilihan cara berbelanja social commerce. Dari jumlah orang yang mengetahui, sebanyak 86 persen pernah berbelanja melalui platform media sosial.
Tiktok Shop (45 persen) menjadi platform yang paling sering digunakan di antara responden. Aplikasi media sosial lain yang populer adalah WhatsApp (21 persen), Facebook Shop (10 persen), dan Instagram Shop (10 persen).
Mayoritas masyarakat berbelanja pakaian (61 persen), produk kecantikan (43 persen), makanan dan minuman (38 persen), serta handphone dan aksesoris (31 persen). Rata-rata pengeluaran untuk social commerce sekitar Rp 275 ribu setiap bulannya.
Sebagian besar responden mengatakan akan tetap menggunakan Tiktok Shop dan Facebook Shop, serta mempertimbangkan untuk lebih banyak menggunakan Instagram Shop dalam berbelanja di masa depan. Dari segi pengguna, saat ini, Tiktok Shop merupakan medium yang paling banyak digunakan oleh perempuan.
WhatsApp dan Instagram Shop paling banyak digunakan oleh laki-laki berusia 36-45 tahun. Ke depannya, pengguna Tiktok Shop akan terus didominasi oleh perempuan terutama mereka yang berusia 18-25 tahun di kota-kota kecil di seluruh Jawa.
Sementara itu, Instagram Shop akan didominasi oleh konsumen dengan SES atas, dan WhatsApp akan lebih banyak digunakan oleh generasi yang lebih senior. Di luar aplikasi media sosial, penggunaan platform khusus social commerce masih minim.
Survei menemukan bahwa 46 persen masyarakat Indonesia masih belum mengetahui tentang platform social commerce. Di antara masyarakat yang sudah mengetahui platform social commerce, 35 persen belum pernah menggunakan platform tersebut.
Evermos (22 persen), Kitabeli (14 persen) dan Dusdusan (12 persen) adalah tiga platform social commerce yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Dari segi demografi pengguna, sebagian besar pengguna ketiga platform tersebut berasal dari luar Jakarta.
Pengguna Evermos didominasi oleh masyarakat Bandung, Kitabeli didominasi oleh masyarakat Surabaya, dan Dusdusan didominasi oleh warga Semarang. Co-Founder dan CEO Populix, Timothy Astandu, menyebut platform jual beli itu bisa menjadi alternatif pilihan medium berbelanja bagi masyarakat.
Timothy berpendapat, meningkatnya tren social commerce turut dipicu oleh pandemi Covid-19. Kondisi yang ada akibat pandemi turut mendorong kemunculan sejumlah platform jual beli berbasis interaksi sosial yang mulai dikenal khalayak luas.
"Dengan meningkatnya tren social commerce di Indonesia, ke depannya kami berharap dapat terus memberikan insight menarik bagi ekosistem ini agar dapat membuka semakin banyak peluang pasar baru bagi UMKM, mendorong percepatan UMKM go digital, dan semakin meningkatkan pertumbuhan pasar digital di Tanah Air," kata Timothy lewat pernyataan resminya.