REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan alat kontrasepsi berguna untuk menekan ledakan penduduk. Saat ini, tren penggunaan alat kontrasepsi didominasi oleh KB suntik (32 persen), pil (14 persen), KB spiral alias intrauterine device (IUD) (empat persen), dan implan (tiga persen).
"Penggunaan alat kontrasepsi dapat meningkatkan kualitas kesehatan perempuan agar dapat terhindar dari penyakit yang berhubungan dengan masalah reproduksi seperti kanker serviks," kata Hasto dalam keterangan menyambut Hari Kontrasepsi Dunia atau World Contraception Day yang diperingati tiap 26 September, Senin (26/9/2022).
Penggunaan alat kontrasepsi juga berdampak pada berkurangnya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kelahiran total (TFR) secara nasional cenderung menurun dari 2,6 (SDKI 2017) menjadi sekitar 2,24 anak per perempuan usia reproduksi (Pendataan Keluarga 2021).
Meskipun menurun, angka TFR masih belum mencapai sasaran pembangunan bidang kependudukan dan KB, yaitu 2,1 di tahun 2024. Hasto mengatakan penggunaan alat kontrasepsi sangat membantu keluarga dalam merencanakan setiap kehamilan yang sehat karena adanya pemberian jarak antarkehamilan dan kelahiran setiap anak sehingga ibu bisa memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif yang akan membuat tumbuh kembang bayi secara optimal.
"Saat ini, BKKBN terus melakukan edukasi dan sosialisasi terkait program KB agar lebih bisa diterima oleh pasangan muda," kata Hasto.
Pihaknya ingin terus memberi pemahaman tentang bahaya kehamilan tidak direncanakan dan jarak kehamilan yang terlalu dekat. Andaikan punya anak terlalu dekat, risiko stunting menjadi tinggi.
"Kalau stunting akan pendek, sakit-sakitan, intelektualnya juga kurang, dan tidak punya daya saing," jelas Hasto.