Kamis 01 Sep 2022 12:35 WIB

Empat Obat yang tak akan Diresepkan Lagi oleh Dokter

Keempat obat tersebut kini telah ditarik dari peredaran dan tak diresepkan lagi.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Qommarria Rostanti
Empat jenis obat yang tidak diresepkan lagi oleh dokter. (ilustrasi)
Foto: EPA
Empat jenis obat yang tidak diresepkan lagi oleh dokter. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum obat didistribusikan secara luas, ada serangkaian uji klinis yang harus dilalui untuk memastikan efikasi dan keamanan obat tersebut. Namun, industri farmasi kadang bisa melakukan kesalahan, sehingga membuat obat yang sebenarnya berbahaya jadi beredar di tengah masyarakat.

Kekeliruan seperti ini sempat terjadi pada empat obat resep dokter. Di Amerika Serikat (AS), keempat obat tersebut kini telah ditarik dari peredaran dan tak bisa diresepkan lagi oleh dokter. Berikut ini adalah keempat obat tersebut, seperti dilansir laman BestLife, baru-baru ini:

Baca Juga

1. Vioxx untuk arthritis

Vioxx merupakan inhibitor COX-2 yang dulu umum digunakan untuk mengobati arthritis. Namun pada 2004, Merck & Co selaku produsen menarik obat tersebut dari peredaran setelah ada pemberitaan bahwa obat ini berkaitan dengan sekitar 88 ribu kejadian serangan jantung pada 1999-2003. Sebanyak 38 ribu kasus di antaranya merupakan serangan yang fatal.

Ketika obat ditarik, diperkirakan ada lebih dari 20 juta pasien yang sudah menggunakan Vioxx. Kekeliruan ini membuat produsen harus membayar ganti rugi sebesar 4,85 miliar dolar AS atau sekitar Rp 72,2 triliun. Ini menjadi biaya ganti rugi terkait obat yang terbesar sepanjang sejarah.

2. Bextra

Valdecoxib dengan merek dagang Bextra merupakan obat antiperadangan nonsteroid (NSAID) yang dulu pernah digunakan untuk pereda nyeri. Pada 2005, peneliti menemukan bahwa obat ini menyebabkan komplikasi kardiovaskular yang serius dan terkadang fatal, seperti serangan jantung dan strok. Dalam kasus yang lebih langka, Bextra juga menyebabkan reaksi kulit yang fatal bernama sindrom Stevens-Johnson dan toxic epidermal necrolysis.

Di sisi lain, Bextra juga tak memiliki keunggulan lebih bila dibandingkan dengan pereda nyeri lain yang tak menyebabkan komplikasi serius. Berdasarkan pertimbangan ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) di Amerika Serikat (AS) mencabut izin edar untuk Bextra.

3. Belviq untuk penurunan berat badan

Lorvaserin dengan merek dagang Belviq atau Belviq XR sebelumnya kerap diresepkan sebagai obat penurun berat badan. Obat ini mendapatkan izin edar pada 2012.

Namun pada 2022, Food and Drug Administration menginstruksikan para dokter untuk berhenti meresepkan obat ini. Alasannya, sebuah studi menemukan adanya hubungan antara obat ini dengan kanker. Berdasarkan temuan ini, para ahli dari Food and Drug Administration menilai bahwa Belviq memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan manfaatnya.

4. Raptiva untuk psoriasis

Efalizumab dengan merek dagang Raptiva merupakan obat yang diinjeksikan sepekan sekali pada orang dewasa dengan plak psoriasis yang berat. Akan tetapi, pada 2009, pihak produsen Raptiva secara sukarela menarik obat tersebut dari peredaran.

Penarikan ini dilakukan setelah peneliti menemukan bahwa penggunaan Raptiva bisa berdampak buruk bagi penderita progressive multifocal leukoencephalopathy atau PML. PML merupakan penyakit neurologis yang langka namun serius. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang dapat menyerang sistem saraf pusat. Belum ada terapi yang terbukti efektif untuk mengobati PML.

Sebenarnya, kemungkinan pengguna Raptiva untuk terkena PML sangat langka. Akan tetapi, penggunaan Raptiva bisa menjadi fatal bila penggunanya terkena PML pada kemudian hari. 

 

 

 width= Virus-free.www.avast.com

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement