REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian dari Health Collaborative Center (HCC) menunjukkan sebanyak 90 persen atau 1.810 responden ibu menyusui membutuhkan dukungan suami. Lalu, 59 persen atau 1.182 responden menginginkan dukungan anggota keluarga, khususnya ibu dari pihak ibu menyusui.
"Dukungan utama yang diharapkan adalah memang dari suami dan keluarga inti, dan ternyata mayoritas ibu menyusui pada responden penelitian ini menunjukkan tidak mendapat dukungan ini," kata Dr dr Ray Wagiu Basrowi melalui siaran pers yang diterima Rabu (10/8/2022).
Ketika dukungan tersebut hilang dan ibu menyusui merasa tidak bahagia dengan proses laktasi, dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu memandang bahwa potensi gagal ASI sangat besar dan ibu juga bisa mengalami konsekuensi stres. Ketika ibu menyusui kehilangan core support, terutama dari suami, maka proses menyusui kemudian menjadi sekadar menjalankan fungsi biologis memberi makan bayi saja, dan kehilangan esensi untuk memberi kedamaian dan kebahagiaan secara emosional atau psikologi bagi ibu sendiri.
Studi HCC juga menunjukkan hampir 60 persen atau enam dari 10 ibu menyusui merasa tidak bahagia dengan proses menyusui selama pandemi. Sementara itu, hanya 44 persen ibu menyusui merasa bahagia dalam menjalankan proses menyusui karena dukungan yang optimal.
Ray mengatakan penelitian pada 1.920 responden ibu menyusui itu diketahui bahwa penyebab utama perasaan tidak bahagia adalah karena aspek dukungan yang diharapkan tidak maksimal. Agar dukungan pada ibu menyusui dimungkinkan, sebanyak lebih dari 80 persen responden menyatakan sangat setuju terhadap peraturan rencana hak cuti 40 hari untuk suami siaga.
Menurut 74 persen responden, hal tersebut berguna untuk mendukung proses pemulihan setelah melahirkan. Sebanyak 95 persen responden juga setuju terhadap peraturan rencana cuti 6 bulan untuk ibu menyusui.
Kebijakan tersebut dianggap oleh 83 persen responden dapat mendukung proses menyusui secara lebih optimal. Sebanyak 33 persen responden meyakini kebijakan tersebut menjadi jaminan agar tetap memiliki pekerjaan saat proses adaptasi menyusui.