Sementara itu, mengenang Djaduk, Butet memandang adiknya itu bukan meninggal atau mati, melainkan gugur dalam perjalanan menemukan musik Indonesia, salah satunya lewat Jazz Gunung. Ia mengatakan sebutan gugur ini lebih tepat disematkan untuk Djaduk karena memang diperuntukkan bagi orang-orang yang meninggal dalam perjuangannya.
"Pada 2019, Ibunda Sigit meninggal, dua pekan kemudian adik saya meninggal. Sejak saat itu, saya belum ke Bromo lagi. Karena kebetulan sebelumnya saya dihadiahi Gusti Allah sakit, dan baru ini bisa bangkit lagi bersamaan dengan selesai pandemi," ucap Butet.
Tahun ini, penyelenggaraan Jazz Gunung akan memasuki tahun ke-14. Jazz Gunung juga sudah menjadi salah satu ajang yang masuk kalender nasional Kemenparekraf.