Senin 04 Jul 2022 23:05 WIB

IDI: Penggunaan Ganja Medis Masih Perlu Kajian Mendalam

IDI siap berkolaborasi membuat kajian ilmiah mengenai ganja medis.

Ganja medis (ilustrasi). IDI menegaskan bahwa obat baru harus berbasis pada bukti klinis.
Foto: www.freepik.com.
Ganja medis (ilustrasi). IDI menegaskan bahwa obat baru harus berbasis pada bukti klinis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr M Adib Khumaidi SpOT mengatakan, penggunaan ganja medis saat ini masih memerlukan pengkajian mendalam. Itu penting demi memastikan keamanan dan keselamatan pasien.

"Kita harus benar-benar mengkaji ini karena setiap apa pun yang diberikan kepada kita, apalagi yang sifatnya obat, pasti akan ada namanya efek samping dan itu tetap harus jadi perhatian kita," kata Adib usai pembukaan Konferensi Asosiasi Dokter Medis Sedunia di Jakarta, Senin (4/7/2022).

Baca Juga

Adib menjelaskan, obat baru harus berbasis pada bukti klinis. Menurut dia, perlu dikaji apakah obat tersebut dapat dijadikan obat utama, obat pendukung yang diberikan bersamaan dengan obat lain, atau obat alternatif jika pengobatan sebelumnya tidak berhasil.

"Ini yang harus kita pahami karena dalam penatalaksanaan sebuah penyakit itu ada yang namanya standar emas, mana yang harus kita obati dan mana pengobatannya. Semuanya melewati proses berbasis bukti, jadi kita harus benar-benar mengevaluasi dalam bentuk riset, karena kepentingan kita saat ini adalah keselamatan pasien," jelas Adib.

Proses riset tersebut, menurut Adib, meliputi berbagai tahapan termasuk pengumpulan jurnal-jurnal ilmiah yang sudah ada untuk dijadikan referensi, analisis data, hingga tahap uji klinis. Adib mengatakan bahwa IDI siap berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan untuk berkolaborasi membuat satu kajian ilmiah mengenai ganja medis.

"Bersama Kementerian Kesehatan, kami siap untuk berkolaborasi, untuk benar-benar membuat satu kajian based on research mengenai ini. Tapi yang paling penting, tentunya pengobatan-pengobatan yang sudah menjadi golden standard pun harus kita lakukan," ujar Adib.

"Saya kira nanti kita juga bisa libatkan para pakar, seperti pakar farmakologi untuk melakukan pengkajian ini. Kemudian lembaga-lembaga riset, semuanya, saya kira akan dilibatkan," kata dia.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement