REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Niat hati berlibur dan melakukan hal-hal gila, lima remaja malah jadi sasaran empuk bagi hiu. Film terbaru yang mengangkat tema mamalia laut, Shark Bait, ini menyuguhkan cerita dengan suasana ketegangan lebih nyata.
Jika film terdahulu tentang hiu, seperti Jaws lebih mengedepankan dialog dan penelitian, Shark Bait ini lebih menonjolkan kisah bertahan hidup para pemainnya.
Karena diproduseri oleh Andrew Prendergast dan Chriss Redd, Shark Bait memiliki kemiripan atmosfer dengan Great White dan 47 Meters Down yang juga diproduseri keduanya. Dua film tersebut juga bercerita mengenai bertahan hidup melawan hiu.
Shark Bait mengikuti kisah lima remaja yang sedang merayakan liburan musim panas. Nat yang diperankan oleh Holly Earl menjadi satu-satunya yang tidak mau nekat mencuri jetski, namun karena dipaksa akhirnya ia pun ikut.
Padahal, sebelumnya, seorang pengemis tua sudah memberikan peringatan soal hiu. Bahkan, pengemis itu sendiri pernah menjadi korban keganasan hiu sehingga menyebabkan sebelah kakinya harus diamputasi.
Sudah diperingatkan tentang hal itu, mereka malah mencuri dua jetski dan mengendarainya hingga cukup jauh dari pantai. Nat sempat tidak setuju dan melarang empat temannya, karena ia memiliki firasat buruk.
Dan benar saja, kejadian buruk menimpa mereka berlima. Kedua jetski itu bertabrakan menyebabkan salah satu jetski rusak dan tenggelam, sementara mereka harus bertahan di jetski lainnya yang terapung, namun mesinnya mati.
Di sinilah ketegangan dimulai. Konflik juga mulai terkuak saat mereka terjebak hampir di tengah laut. Sisi gore dalam film juga ditunjukkan. Tak banyak, namun cukup membuat penonton ngilu melihatnya.