REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktris Gabrielle Union baru-baru ini berbagi tentang perjuangannya dalam memulihkan kesehatan mental dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD) setelah mengalami pelecehan seksual pada usia 19 tahun. Union bercerita bagaimana ia berjuang dengan gangguan kecemasan sehari-hari.
Hal itu diungkapkan bintang drama “Being Mary Jane” tersebut lewat video yang diunggah akun Instagram. Sebagai penyintas pemerkosaan, Union mengaku telah berjuang melawan PTSD selama 30 tahun.
“Hidup dengan kecemasan dan serangan panik selama bertahun-tahun tidak pernah mudah. Ada kalanya kecemasan begitu buruk sehingga membuat hidup saya menyusut. Meninggalkan rumah atau berbelok ke kiri pada lampu yang tidak terkendali dapat membuat saya ketakutan,” kata dia, seperti dikutip dari laman People, Jumat (10/6/2022).
Menurut perempuan 49 tahun itu, kecemasan dapat mengubah antisipasi tentang pesta atau acara menyenangkan yang sangat dia sukai (Met Ball) menjadi penderitaan murni. Union juga berbagi video dirinya ketika berdiri di karpet merah di Met Gala 2022.
“Ketika kami memberi tahu Anda semua apa yang kami alami, tolong percayai kami saat pertama kali mengatakannya. Tidak, itu tidak seperti gugup dan semua orang mengalami, menangani kecemasan secara berbeda, dan itu tidak masalah. Saya tidak perlu Anda mencoba 'memperbaiki' saya,” ujar aktris “Bring It On”.
Union melanjutkan bahwa tujuannya berbagi pesan ini karena ia berharap semua orang yang hidup dengan kecemasan mengetahui bahwa mereka tidak sendirian atau merasa berbeda. Dia bisa berempati kepada penderita lain karena pernah mengalaminya.
“Ada begitu banyak cinta untukmu. Selalu. Cinta dan cahaya orang baik. Bersikap baiklah satu sama lain di luar sana,” pesan Union.
Union pernah membahas kondisi PTSD-nya pada Mei 2018 sebagai bagian kampanye media sosial dengan The Child Mind Institute. Dia didiagnosis PTSD pada usia 19 tahun setelah diperkosa di bawah todongan senjata.
Union tidak ingin tragedi menentukan seluruh hidupnya Meminta bantuan atau membutuhkan bantuan tidak berarti membuat diri lemah atau kurang layak untuk cinta maupin dukungan serta kesuksesan.
Dia menambahkan bahawa semua orang benar-benar dapat menjadi apa pun yang mereka inginkan. PTSD bukanlah hukuman mati. Penderitanya tidak harus sendirian atau merasa terisolasi. Ada begitu banyak orang yang merasakan persis seperti ini, dan yang perlu disadari kita hanyalah manusia yang memang bisa merasakannya.
Union berharap dengan membagikan kisah pengalamannya, akan membuat lebih banyak wanita merasa nyaman dan percaya diri untuk membela diri mereka sendiri. Dia merasa perlu berbagi karena ada lebih banyak korban daripada yang selamat.
Publik perlu tahu bahwa penyembuhan adalah sebuah proses, yang meski lambat seperti memindahkan batu besar ke atas bukit dengan satu tangan diikat ke belakang, tetapi tetap yakin bahwa harapan itu selalu ada.