Senin 11 Apr 2022 23:14 WIB

Kasus Breakthrough Covid-19 Bisa Terjadi pada Pasien Kanker Darah

Pasien kanker darah berisiko lebih tinggi alami 'breakthrough' Covid-19.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Pasien kanker darah berisiko lebih tinggi alami 'breakthrough' Covid-19.
Foto: www.pixabay.com
Pasien kanker darah berisiko lebih tinggi alami 'breakthrough' Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vaksin Covid-19 dapat melindungi sebagian besar pasien Covid-19 dari risiko terkena Covid-19 atau gejala berat Covid-19. Akan tetapi, manfaat serupa tampaknya tak begitu dirasakan oleh pasien kanker darah.

Menurut studi yang dilakukan oleh peneliti dari Indiana University Melvin dan Bren Simon Comprehensive Cancer Center, pasien kanker darah yang divaksinasi justru memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami infeksi breakthrough. Infeksi breakthrough merupakan kasus di mana orang-orang yang sudah vaksinasi lengkap terinfeksi Covid-19.

Baca Juga

"Pasien dengan kanker darah, termasuk leukimia, multiple myeloma, dan limfoma, berisiko lebih tinggi terhadap Covid-19 breakthrough, mereka yang mengidap kanker darah memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan kanker padat," jelas tim peneliti dalam pernyataan yang diberikan kepada Fox News, Senin (11/4/2022).

Menurut studi ini, risiko infeksi breakthrough tampak menurun setelah pemberian dosis kedua pada pasien dengan semua jenis kanker. Tim peneliti juga menemukan bahwa vaksin Covid-19 Moderna lebih efektif dibandingkan vaksin Covid-19 Pfizer dalam melindungi pasien dengan kanker darah.

"Khususnya pasien dengan multiple myeloma," ungkap tim peneliti melalui studi yang dimuat dalam Journal of Clinical Oncology.

Tim peneliti mengungkapkan bahwa studi ini melibatkan lebih dari 12,5 juta pasien dan 4,5 juta pasien Covid-19. Tim peneliti juga memeriksa lebih dari 64 ribu pasien kanker yang telah mendapatkan vaksin Covid-19.

"Kami secara sistematis memeriksa semua jenis kanker utama dan jenis pengobatan utama, serta faktor risiko lain seperti usia, komorbid, jenis kelamin, ras, lokasi geografis, dan lainnya untuk mengetahui kontribusi dari setiap faktor ini secara kualitatif," jelas ketua tim peneliti Jing Su PhD dari University School of Medicine Department of Biostatistics.

Tim peneliti mengungkapkan bahwa hasil studi ini dapat membantu pasien kanker, termasuk dalam hal mengembangkan terapi kanker berbasis imun. Mengingat terapi imunoterapi bergantung pada kemampuan sistem imun pasien dalam melawan penyakit, temuan dalam studi ini ini juga bisa membantu memprediksi pasien mana yang akan mendapatkan manfaat dari jenis terapi kanker tertentu.

"Pandemi Covid-19 memberikan sebuah peluang unik bagi kami untuk memeriksa kompetensi imun di antara semua pasien kanker dalam tingkat nasional," jelas Su.

Su mengatakan temuan dalam studi terbaru ini bisa memandu para peneliti untuk lebih memahami mengenai apakah pasien kanker akan memberikan respons yang baik terhadap vaksin kanker. Temuan ini juga dapat dimanfaatkan untuk menilai apakah pasien kanker berisiko lebih besar terhadap infeksi virus lain, seperti flu.

Saat ini, tim peneliti sedang melakukan studi untuk meneliti imunitas yang memudar serta efektivitas pemberian booster pada pasien kanker. Terlebih, efektivitas booster di tengah munculnya berbagai varian baru SARS-CoV-2, seperti BA.2.

"Kami memantau situasi untuk melihat dampak dari varian-varian baru bagi pasien kanker dan bagaimana cara terbaik untuk melindungi mereka lewat vaksinasi," jelas Su.

Studi yang dipimpin oleh Su ini melibatkan sekelompok peneliti yang berasal dari 10 institut penelitian. Para peneliti bertugas untuk menganalisis beragam data dari National COVID Cohort Collaborative (N3C), yang merupakan bagian dari National Institutes of Health.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement